Lihat ke Halaman Asli

Hasto Suprayogo

Hasto Suprayogo

Peringati Hardiknas, Netizen Serukan Peningkatan Kualitas Pendidikan

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peringatan Hari Pendidikan Nasional – sumber foto: Istimewa

[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Peringatan Hari Pendidikan Nasional – sumber foto: Istimewa"][/caption] Hari ini, Sabtu 2 Mei 2015, dunia pendidikan Indonesia merayakan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Pemilihan tanggal 2 Mei untuk peringatan Hardiknas merupakan penghormatan bangsa Indonesia terhadap perjuangan luar biasa tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara. Beliau terlahir dengan nama RM. Soewardi Soerjaningrat, pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta dari keluarga bangsawan keraton Yogyakarta Hadiningrat. Layaknya anak pembesar pada masa kolonial, Soewardi berkesempatan menempuh pendidikan di sekolah dasar Belanda ELS (Europeesche Lagere School). Karena kecerdasannya, Soewardi melanjutkan pendidikan di STOVIA, atau sekolah dokter bumiputera. Namun, karena kendala kesehatan, beliau tidak menamatkan pendidikannya. Sejak di bangku sekolah minatnya sangat besar terhadap nasib bangsanya yang dijajah. Karenanya, lepas dari STOVIA beliau menjalani profesi sebagai wartawan di berbagai media massa, seperti Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Soewardi juga aktif di pergerakan kebangsaan, salah satunya dengan bergabung di Boedi Oetomo, organisasi kemasyarakatan pertama yang didirikan oleh kaum bumiputera. Posisinya di seksi propaganda menjadikannya banyak menulis dan mengkampanyekan kesadaran kebangsaan. Selain di Boedi Oetomo, Soewardi juga aktif di Insulinde, sebuah organisasi multietnik yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda. Kemudian, bersama Douwes Dekker dan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo mendidirikan Indische Partij. Titik balik perjuangan Soewardi muda terjadi saat dirinya menulis artikel Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga) dan Als ik eens Nederlander was (Seandainya Aku Seorang Belanda). Keduanya mengkritik dengan tajam pemerintah kolonial Belanda yang tengah memperingati kemerdekaan Belanda dari Prancis dan mengumpulkan sumbangan dari penduduk Hindia Belanda yang notabene adalah jajahannya. Soewardi menyebut hal ini tidak adil , tidak pantas dan memalukan. Tulisan tersebut membuat para pembesar Belanda marah besar. Soewardi pun ditangkap dan diasingkan di Pulau Bangka. Namun atas desakan Douwes Dekker dan Dr. Tjipto, ketiganya diasingkan ke Belanda. Pengasingan ketiganya ini yang menyematkan sebutan Tiga Serangkai. Di sana mereka aktif dalam organisasi kebangsaan Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Selama di Belanda inilah Soewardi mengenal pemikiran tokoh-tokoh pendidikan Barat seperti Froebel dan Montessori, serta gerakan pendidikan India Santiniketan dari keluarga Tagore. Sekembalinya di tanah air pada 1919, Soewardi bergabung dengan saudaranya mengurus sekolah. Kemudian, pada 1922, Soewardi mendirikan sendiri sekolah yang diberinya nama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa). Menginjak usia 40 dalam penanggalan Jawa, Soewardi mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara. Hal ini selain untuk melepaskan diri dari semua belenggu sosial yang melingkupi kebangsawanannya juga menegaskan visi hidupnya yang memperjuangkan pendidikan. Visi ini terefleksikan dalam semboyan Taman Siswa; Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Ki Hajar Dewantara diserahi tanggungjawab sebagai Menteri Pengajaran Indonesia pada kabinet pemerintahan pertama. Ki Hajar berpulang pada 26 April 1959 dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata Yogyakarta. Pemerintah Presiden Soekarno menganugerahkan gelar pahlawan nasional pada 28 November 1959. Bagaimana publik, khususnya netizen Indonesia memaknai perayaan Hari Pendidikan Nasional yang jatuh hari ini? Berikut redaksi Eveline merangkumnya untuk Anda. Pemantauan dilakukan terhadap perbincangan di media sosial, khususnya Twitter selama periode 2 Mei 2015, di mana hingga berita ini diturunkan pada pukul 12:05 WIB terdapat 44.912 tweet yang menyampaikan ucapan Selamat Hari Pendidikan Nasional. Sementara, netizen yang menyebut Hardiknas mencuitkan 205.85 tweet. Banyaknya cuitan ini menjadikan hashtag #Hardiknas menjadi trending topic di Twitter. Netizen Indonesia juga tak lupa menyampaikan apresiasi dan penghargaan tinggi kepada Ki Hajar Dewantara yang merupakan tokoh pendidikan Indonesia dengan perjuangan luar biasa sejak masa kolonial Belanda hingga lepas kemerdekaan. Terdapat 6.269 tweet mengenai hal tersebut. Sementara itu, slogan Tut Wuri Handayani yang merupakan buah pikir Ki Hajar Dewantara disebut berulang kali oleh netizen sebanyak 2.213 tweet. Tut Wuri Handayani sendiri adalah istilah dalam bahasa Jawa halus yang berarti Di Belakang Terus Mendorong. Masih terkait dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional. Sebanyak 1.589 tweet dikicaukan netizen yang mengharapkan pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Sementara, yang tak kalah menarik adalah adanya 1.386 tweet dari netizen yang curhat tentang upacara bendera yang musti mereka ikuti dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional ini. Selamat hari Pendidikan Nasional. ***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline