Lihat ke Halaman Asli

Hasto Suprayogo

Hasto Suprayogo

Freelance Atau InHouse Designer?

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="alignleft" width="225" caption="inhouse or freelance graphic designer"][/caption] Bagi mereka yang berkecimpung di dunia kreatif, khususnya yang berprofesi sebagai graphic designer, pasti familiar dengan pertanyaan ini. Pilih mana, jadi Freelance Designer atau InHouse Designer? Yeah, dilema profesi yang satu ini, antara menjadi freelance designer yang berbasis project, atau menjadi inhouse designer yang bekerja full time di suatu perusahaan. Masing-masing punya kelebihan dan juga kelemahan. Sisi positif yang menyenangkan, pun sisi negatif yang menyebalkan. Bagi mereka yang baru lulus kuliah DKV, atau yang sedang mengawali karir di dunia kreatif sebagai designer, berikut beberapa point yang bisa jadi pertimbangan sebaiknya memilih yang mana, antara Freelance & InHouse Designer.

Freelance Designer

Freelance Designer memilih untuk bekerja secara lepas, bisa sendiri atau dalam team bebas, berdasarkan project yang diperoleh dari klien. Umumnya, pekerjaan kreatif freelance dilakukan berdasarkan jangka waktu tertentu, deadline, di mana designer bersangkutan musti mensubmit pekerjaannya kepada klien atau PIC (person in charge) project bersangkutan. Apa untung ruginya menjadi Freelance Designer?

Pros

  • Fleksibilitas pekerjaan, terkait dengan jenis, waktu, dan banyaknya pekerjaan yang ingin digarap.
  • Kebebasan mengatur charge (tarif) pekerjaan yang dilakukan. Semakin tinggi kemampuan seorang freelance designer, semakin mahal charge yang diberlakukannya kepada klien.
  • Relatifitas kebebasan bereksplorasi terkait dengan kreatifitas dalam mendesain, selama klien menyetuji.

Cons

  • Ketidakpastiaan pendapatan, karena berbasis project, berbeda dengan mereka yang bekerja full time di perusahaan yang berbasis gaji bulanan.
  • Tuntutan profesionalitas lebih tinggi, karena nilai pekerjaan seorang Freelance Designer tergantung dengan kepuasan klien, dan satu-satunya cara untuk menjamin kepuasan klien adalah dengan bersikap seprofesional mungkin.
  • Tuntutan untuk menguasai tidak hanya kemampuan design, namun juga kemamuan marketing, public relations, administrasi dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan, seorang Freelance Designer tak hanya bertindak sebagai seorang tenaga kreatif, namun juga menjadi pemasar produk/jasanya, pengelola proyek serta keuangannya sendiri.

InHouse Designer

InHouse Designer memilih untuk bekerja sebagai designer tetap di suatu perusahaan, dengan konsekuensi rutinitas pekerjaan laiknya pekerja kantoran lainnya. Meski terdengar sedikit “depressing” bagi mereka yang membayangkan pekerjaan kreatif yang bebas merdeka, ada banyak hal yang menguntungkan dari pilihan yang satu ini.

Pros

  • Adanya kepastian pendapatan, sebagaimana pekerja kantoran lainnya, menjadi inhouse designer berarti mengambil tanggung jawab pekerjaan tetap dan mendapatkan kompensasi gaji yang rutin. Sangat cocok bagi mereka yang mencari stabilitas, sebagai contoh yang sudah menikah.
  • Selain pendapatan, adanya berbagai fasilitas lain dari pekerjaan tetap menjadi faktor positif lain. Tunjangan kesehatan, transportasi, makan adalah beberapa diantaranya. Selain itu, kemungkinan peningkatan karir juga bisa jadi bahan pertimbangan.
  • Relatifitas simple-nya tanggung jawab pekerjaan, di mana umumnya seorang InHouse Designer hanya mengurusi pekerjaan terkait bidang kreatifnya saja, sementara pekerjaan-pekerjaan penunjang lainnya, seperti marketing, administrasi, keuangan dan sebagainya ditangani bagian lain di perusahaan bersangkutan.

Cons

  • Kebebasan berkreasi dalam mendesain relatif kurang, di mana umum ditemui para InHouse Designer diposisikan tak lebih dari sekedar tenaga teknis desain atau operator aplikasi desain grafis.
  • Sistem kerja yang rutin, 9-5, menjadikan aktifitas mendesain menjadi rutin dan cenderung membosankan. Efeknya tentunya pada output desain yang dihasilkan relatif kurang kreatif dibanding mereka yang bekerja lepas sebagai Freelance Designer.
  • Struktur kerja yang bertingkat, dimana seorang InHouse Designer menjadi bagian susatu sistem hierarki, menjadi kendala tersendiri dalam ekplorasi kreatifitas pekerjaan. Terlebih lagi, seringkali mereka yang berada di posisi atas designer adalah orang-orang yang tak mempunyai kapabilitas dan atau background kreatif. Hal semacam ini menumbuhkan berbagai hambatan teknis dan non teknis yang jika tak dicari solusinya akan mereduksi kinerja designer bersangkutan.

Masih banyak lagi sisi positif dan negatif dari masing-masing pilihan di atas. Tentunya, harus dipahami bagi mereka yang mau terjun ke dunia kreatif, ketaika suatu hal yang dianggap menyenangkan pada awalnya sudah masuk ke industri dan berkaitan dengan klien & konsumen, tak jarang hal tersebut berubah menjadi tak lagi menyenangkan. Tuntutan profesionalitas, kebutuhan bisnis, kepuasan klien dan atasan, adalah beberapa hal yang tak akan bisa dinafikkan dalam profesi ini. Kesadaran akan hal tersebut menjadikan insan kreatif lebih bisa mereduksi ekspektasinya dan menjalani keseharian profesinya secara lebih nyaman. Masalah pilihan menjadi Freelance Designer atau InHouse Designer, semua dikembalikan ke masing-masing kita. Mana sekiranya yang paling sesuai dengan kondisi kita. Dan ingat satu hal, tak ada pilihan yang sempurna. Selalu ada plus minusnya. Belajar untuk menerima setiap sisi dan terus memacu diri menuju yang lebih baik adalah semangat yang musti kita tanamkan, pupuk dan terus kembangkan. Selamat mengarungi dunia kreatif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline