Pendidikan kesetaraan sebagai program pendidikan nonformal menjadi salah satu pilihan bagi warga masyarakat di antara tiga bentuk pilihan pendidikan di Indonesia yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Pendidikan kesetaraan terdiri dari jenjang Paket A setara SD/ MI, Paket B setara SMP/ MTs, dan Paket C setara SMA/MA.
Pendidikan kesetaraan di Indonesia memiliki karakteristik keberagaman yang kental. Keberagaman tersebut antara lain terdiri dari perbedaan usia, perbedaan status sosial ekonomi, ras, agama, dan lain-lain.
Peserta didik pendidikan kesetaraan memiliki rentang usia yang cukup luas, mulai dari usia anak hingga usia dewasa. Beberapa peserta didik pendidikan kesetaraan berusia sekolah (di bawah 21 tahun), sedangkan yang lainnya berusia dewasa (di atas 21 tahun).Hal ini disebabkan karena beberapa peserta didik memilih untuk bekerja terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk kembali belajar, atau karena fokus dengan menekuni minat dan bakatnya, atau karena terkendala biaya, atau berada dalam kondisi tertentu sehingga menunda sekolah.
Peserta didik pendidikan kesetaraan juga memiliki latar belakang status sosial ekonomi yang berbeda-beda. Ada peserta didik yang berasal dari keluarga yang mampu secara ekonomi, ada juga yang berasal dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi.
Selain faktor-faktor tersebut, terdapat faktor lain yang mempengaruhi karakteristik peserta didik pendidikan kesetaraan seperti latar belakang pendidikan sebelumnya, gender, dan kondisi fisik. Beberapa peserta didik pendidikan kesetaraan memiliki latar belakang pendidikan yang kurang atau tidak memiliki pendidikan formal sama sekali.
Keberagaman ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi pengelola layanan pendidikan kesetaraan terutama bagi para tutor. Dalam menghadapi peserta didik pendidikan kesetaraan yang memiliki karakteristik beragam tersebut, tutor pendidikan kesetaraan harus dapat mengelola kelas dengan baik dan memahami kebutuhan dan kemampuan setiap peserta didik secara individual. Tutor harus mampu memberikan pembelajaran yang ramah bagi peserta didik dari latar belakang apapun, tanpa membedakan suku, agama, ras, atau status sosial ekonomi. Hal ini akan membantu terciptanya lingkungan belajar yang inklusif dan membangun.
Di era Kurikulum Merdeka ini, kehadiran Platform Merdeka Mengajar (PMM) sangat membantu pelaksanaan pembelajaran pendidikan kesetaraan karena dapat mengakomodasi keberagaman peserta didik sebagaimana yang sudah dipaparkan di atas. Platform Merdeka Mengajar (PMM) selain sebagai sumber belajar dan memiliki konten yang inspiratif dari para pendidik lainnya, Platform Merdeka Mengajar (PMM) juga mendokumentasikan semua konten pembelajaran penggunanya yang notabene para pendidik di satuan pendidikan formal dan nonformal. Peserta didik yang mengalami kendala mengikuti pembelajaran sesuai jadwal, dapat mengakses konten pembelajaran tutornya di waktu lain yang sudah didokumentasikan di Platform Merdeka Mengajar (PMM).
Tentunya dalam memanfaatkan Platform Merdeka Mengajar ini, tutor pendidikan kesetaraan ingin membuat konten pembelajaran yang menarik dan mudah dipahami oleh peserta didik. Namun, bukanlah hal yang mudah untuk membuat konten pembelajaran yang menarik dan efektif, terlebih lagi di era digital seperti saat ini. Berikut ini tips dan trik dalam membuat konten pembelajaran menarik di Platform Merdeka Mengajar.
Mengenal Peserta Didik
Sebelum membuat konten pembelajaran, penting untuk mengenal peserta didik terlebih dahulu. Ketahui usia, tingkat pendidikan, dan latar belakang pendidikan peserta didik. Dengan begitu, tutor dapat membuat konten pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.
Sebagai contoh, jika peserta didik adalah anak-anak, tutor dapat membuat konten pembelajaran yang lebih visual dan interaktif. Jika peserta didik adalah orang dewasa, tutor dapat membuat konten pembelajaran yang lebih terstruktur dan formal