Bulan Desember biasanya bulan penerimaan rapor siswa dari jenjang sekolah dasar hingga jenjang sekolah menengah. Mengamati perilaku warganet di media sosial, tren orang tua mengunggah foto rapor anaknya di masa penerimaan rapor tak lagi marak beberapa tahun terakhir. Sepertinya sudah bergeser kebanggaan mereka. Nilai rapor berikut keterangan posisi prestasi anak di kelas bukan lagi prestasi yang prestisius. Menjadi bintang kelas, bukan lagi impian mewah anak dan orang tua yang paham perkembangan jaman cek komentar Facebook ini .
Saat ini unggahan sosial media orang tua yang berniat berbagi bahagia "tahadust binikmah" kepada warganet antara lain foto anak-anaknya sedang menerima piala kejuaraan lomba-lomba bergengsi di luar sekolahnya. Unggahan sertifikat keahlian tertentu bertaraf nasional bahkan internasional anaknya tak jarang muncul di beranda Facebook. Unggahan video anaknya fasih berpidato bahasa asing dalam suatu event kompetisi di beranda Tiktok juga bermunculan. Story WA, story YouTube dan sejenisnya kerap muncul di akun sosial media orang tua.
Selain karena rapor jaman sekarang memang hampir tak menunjukkan posisi peringkat kelas, orang tua jaman sekarang, orang tua yang tahu perkembangan informasi terkini lebih sering membanggakan prestasi anak yang berhasil membuat karya.
Menjadi konten kreator adalah hobby Gen Z dan Gen Alfa yang bisa menghibur orang lain, memberi informasi dan menginspirasi warganet yang pada akhirnya mampu mengumpulkan pundi-pundi rupiah melebihi gaji ASN yang mana seleksi menjadi ASN butuh usaha yang luar biasa baik lahir maupun batin. Konten kreator ini adalah salah satu skill yang bisa jadi kebanggaan orang tua.
Selain berkarya, anak juga dibanggakan orang tuanya ketika berhasil membantu menyelesaikan tugas orang tua, guru, atau sesamanya. Misalnya membantu orang tuanya mengunggah soal dan menyunting soal ujian sekolah di Google Classroom . Membuat dan mendesain website sekolah untuk sekolahnya. Menyiapkan perangkat rapat virtual baik menggunakan Zoom atau aplikasi lainnya dan terhubung dengan siaran langsung YouTube.
Menjadi imam dan khotib salat Jumat juga tak kalah hebat di samping menghafalkan Al-Qur'an beberapa juz yang memunculkan rasa syukur di hati orang tua. Di usianya yang masih belia mampu menjaga Istikamah tahlilan dihadiahkan kepada orang tuanya yang wafat adalah bagian dari prestasi hidup anak yang harus disyukuri dan dibanggakan orang tuanya.
Mampu mengajari teman sebayanya suatu keahlian tertentu juga capaian membanggakan anak yang menggeser kebanggaan menjadi juara kelas yang hanya ditampilkan dalam bentuk angka dan tulisan "rangking pertama". Anak menjadi guru ngaji di TPQ orang tuanya, menjadi mediator sekolah milik orang tuanya untuk membangun kolaborasi dengan sekolah lain adalah prestasi nyata yang menjadi benih kesuksesan di masa mendatang jika orang tua sadar dan mau mengasahnya.
Menjadi pemain sepakbola yang mampu mencetak gol, memiliki keahlian bela diri dengan tingkatan kelas paling tinggi juga dapat menumbuhkan rasa syukur yang nyata orang tua. Orang tua tinggal memupuk benih-benih passion ini menjadi tiket bagi anaknya agar mandiri financial. Ketika sudah mandiri financial, anak juga tetap dididik agar memanfaatkan hasil jerih payahnya untuk melaksanakan ibadah ritual dan ibadah sosial.
Apa lagi ya? Masih banyak tentunya. Orang tua selain bersyukur seyogyanya terus memposisikan diri sebagai fasilitator. Bangga secukupnya, karena masih banyak ilmu pengetahuan dan keterampilan yang terus diketahui dan diaplikasikan dalam kehidupan anak-anak mereka.
O iya, orang tua awas terjebak dengan berbagai kemampuan anak mengoperasikan aplikasi di perangkat digitalnya jika kemampuan itu tidak bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidupnya atau kepentingan sesama. Anak balita sudah bisa mengoperasikan aneka game di gawai orang tuanya bukan lagi temuan yang luar biasa, ya memang ini jaman mereka, wajar kalau mereka lihai memainkan. Sebaliknya orang tua patut takjub jika balitanya sudah bisa membaca kitab kuning, membaca Qur'an dengan irama dan seni membacanya di era digital ini.
Akhirnya orang tua akan menyadari peribahasa Jawa ngelmu iku kelakone kanthi laku, artinya, mencari ilmu itu tercapainya jika diamalkan. Maka, niat mencari ilmu saja dulu, urusan bekerja nanti-nanti saja, rupanya perlu ditata ulang. Seyogyanya ya mencari ilmu ya mengamalkan langsung, seperti generasi era digital ini.