Lihat ke Halaman Asli

Astatik Bestari

Astatik ketua PKBM Bestari Jombang Jawa Timur

Fikih Kuliner

Diperbarui: 6 November 2022   06:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu manfaat sosial media bagi penggunanya adalah adanya kemudahan memperoleh ilmu pengetahuan, lalu bisa berinteraksi dalam wujud komentar dan atau memberikan respon tanda emoticon atau sejenisnya atas unggahan informasi yang disajikan oleh pengguna sosial media lainnya. Ini beda dengan sumber informasi televisi, radio, dan media cetak; pemirsa atau pembaca hanya menerima informasi dan tidak mendapatkan akses untuk merespon informasi yang didapat.

Pagi ini, seperti pagi-pagi lainnya, kebiasaan saya adalah selalu punya kesempatan berselancar di sosial media saya. Saya terkadang melihat  Facebook, TikTok, Instagram, Quora, LinkedIn, blog, atau YouTube, tergantung awal saya membuka gawai notifikasi apa yang muncul.

Kalau Jumat lalu , 4 November 2022 saya mendapat  pengetahuan seputar  filsafat pemikiran dari Socrates dan Stoicisme di TikTok, hari ini saya mendapatkan pengetahuan pengingat diri seputar olahan makanan yang seharusnya, wajib  memperhatikan kebersihan bahan yang diolah. Informasi ini saya peroleh dari akun Facebook KH. Ma'ruf Khozin (Ketua Aswaja Center NU Jatim, Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim). 

Dalam akun Facebooknya beliau menuliskan bahwa tidak banyak warung makanan yang mengerti "Fikih Kuliner". Sebutan "Fikih Kuliner" ini menurut saya menarik untuk diperdengarkan, dituliskan, dan dibacakan tidak saja kepada pengusaha jasa  kuliner, tapi juga para penyuka kuliner baik penikmat produknya terlebih siapa saja yang memiliki hobby memasak.
Fikih Kuliner dalam bahasan Kiai Ma'ruf Khozin dalam Facebooknya membahas sekelumit tentang ikan yang tidak dibersihkan kotorannya, padahal kotoran ikan termasuk najis. Berikut ini dalil yang dicantumkan dalam paparan akun Facebooknya .

"Kotoran ikan adalah najis. Boleh memakan ikan-ikan kecil sebelum ikan tersebut dibersihkan dari kotorannya, dan ditolerir bagi kotoran yang sulit dibersihkan dan dikeluarkan, tetapi makruh (memakannya) sebagaimana disebutkan dalam kitab Ar-Raudhah. Dari itulah dapat diambil kesimpulan bahwa ikan-ikan besar tidak boleh dimakan sebelum dikeluarkan kotorannya, karena tidak adanya kesulitan untuk melakukan itu.(Ghayah At-Talkhish, Hamisy Bughyah, 254)

Terkait ikan yang tidak dibersihkan dari kotorannya ini sudah tidak sesuai dengan Fikih Kuliner, saya juga pernah mendapatkan informasi dari Facebook perihal telur yang tidak perlu dibersihkan dulu karena bakteri di luar telur akan masuk ke bagian dalam telur. Bayangkan, telur tidak dicuci, langsung dimasak, padahal sudah diketahui telur yang dijual di pasaran sering kali kita temukan bagian terluar terdapat kotoran ayam. Informasi ini tentunya tidak bisa  diaplikasikan langsung, memperhatikan Fikih Kuliner menjadi penting.

Menjadi sehat itu tidak saja tentang memperhatikan bahan makanan saja, tapi juga cara mengolah dan memperhatikan pengolahan makanan dari tinjauan kebersihan menurut agama dalam istilah KH. Ma'ruf Khozin sebagai Fikih Kuliner.

O iya, seberapa besar dampak manfaat sosial media bagi Panjenengan? Semoga kita golongan orang-orang yang tidak rugi dalam memanfaatkan sosial media. Sosial media itu lebih dari sekadar mengikuti perkembangan jaman, atau untuk hiburan belaka, tapi besar manfaatnya untuk meningkatkan kualitas diri dalam segala aspek kehidupan.
Jombang, 6 November 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline