Lihat ke Halaman Asli

Lahar Dingin Masih Mempesona

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13573583401985604621

[caption id="attachment_218432" align="alignright" width="1229" caption="kaliputih Maglang (Dokumen Pribadi)"][/caption]

Masih Teringat dalam benak kita, dua tahun yang lalu bagaimana bencana gunung merapi meletus yang menimbulkan dampak fisik dan psikologis bagi masyarakat Jawa tengah khususnya Yogyakarta, magelang dan sekitarnya. rumah – rumah banyak yang porak poranda tersapu lahar dingin dan kabut abu dan lingkungan yang tiba – tiba menjadi seperti kota mati. Infrastruktur seperti jembatan, gedung, jalan tersapu. Serta ditambah lagi kerugian finansial yang amat besar yang tidak terhitung.

Saya sendiri sebagai warga Magelang, merasakan sendiri ketakutan ketika bencana itu datang. Was – was dan waspada untuk segera mengungsi sangat menghantui. Tanah dan rumah yang tertutup abu tebal yang sangat menyesakkan nafas, gempa yang terjadi serta suara gemuruh lahar dingin yang membawa batu – batu besar sebesar kulkas yang turun kebawah tersapu lahar. Meskipun rumah saya tidak termasuk zona merah yang harus mengungsi. Tetapi saya melihat bagaimana saudara - saudara dan teman – teman saya dalam tenda pengungsian. Rumah para pengungsi hancur, ternak musnah dan sawah yang menjadi mata pencaharian utama mereka, turut menjadi korban. Tidak sedikit masyarakat yang menjadi sakit, baik sakit fisik maupun mental, bahkan ada yang mengakhiri hidupnya dengan jalan pintas. Sungguh mengenaskan melihat pemandangan di pengungsian. Wajah – wajah para pengungsi yang kedinginan, ketakutan dan penuh kesedihan terlihat jelas. Hidup seadanya di pengungsian, makan juga seadanya, bergantung dari para pendonor yang datang dari pemerintah, lembaga – lembaga dan masyarakat Indonesia. Dan kondisi ini semakin parah ketika melewati jalan utama yang rusak dan tertutupi lahar dan batu besar, menambah ruwet lalu lintas dan terpaksa jalan harus selalu ditutup bagi pengguna jalan, agar tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan.

Meskipun tragedi itu sudah berlalu dua tahun lalu, tapi sisa – sisanya masih bisa kita lihat. Contohnya di kali putih, jalan Magelang Km.23 Salam Magelang yang merupakan jalan utama antar Provinsi. Meski sudah diperbaiki jalannya dan bahkan sudah dibuatkan jembatan baru agar jika banjir lagi, tidak langsung melebar ke jalan dan tidak mengganggu lalu lintas. Di pinggir – pinggir jalan masih bisa kita temui batu – batu besar sebesar kulkas, dan tumpukan pasir yang setiap harinya digali dan daingkut oleh truk - truk dari toko material untuk dijual kembali.

Apalagi saat musim penghujan seperti ini. Jika guyuran hujan deras, kita bisa menyaksikan banjir lahar dingin yang mengalir turun dari gunung merapi. Kita bisa melihat air sungai yang berubah coklat, mengalir deras serta membawa batu – batu besar dan material dari gunung merapi. Karena diperkirakan masih banyak material yang jumlahnya mencapai jutaan meter kubik, masih labil sehingga berpotensi turun saat hujan. Terkadang juga masih terdengar suara gemuruh dari atas merapi. Sungai – sungai yang biasanya dilewati lahar adalah sungai kali putih, blongkeng, Lamat dan Pabelan. Jika kita ingin menyaksikan, cukup lihat dari atas jembatan yang kini sudah dilengkapi pembatas jalan. Dan bahkan pamor lahar dingin masih menjadi favorit sampai saat ini. Jika kita melewati sekitar kali putih sehabis hujan contohnya, akan terlihat banyak kerumunan masyarakat yang ingin menyaksikan lahar dingin dan mengabadikannya sebagai kenang – kenangan. Tetapi tentu saja harus tetap waspada dan siaga jika tiba – tiba saja air meluap dan banjir makin deras.

Peringatan dari Tuhan itu bisa berbentuk apapun. Misalnya bencana lahar dingin seperti ini. Hendaknya kita gunakan untuk mengingat peristiwa – peristiwa yang telah terjadi dan mengintropeksi diri kita agar selaras dengan tuhan, manusia dan alam untuk hidup yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline