Lihat ke Halaman Asli

Kasih Diujung Taring

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat usiaku tujuh belas tahun, ayah melarangku untuk memiliki seorang kekasih. Ketika aku bertanya kepada ibu, jawaban yang aku terima pun sama. Aku marah besar dan membuat kekacauan. Setelah itu, ayah menghentikan sekolahku dan mengunciku didalam kamar. Sangat lama.

Beribu cara aku lakukan untuk kabur dari kamar. Tapi sepertinya, kamarku sudah memiliki penjagaan ketat. Pintu hanya terbuka jika telah terdeteksi senyuman ayah, itupun jika ayah ingat untuk memberiku makan. Hingga akhirnya aku lelah, dan berpasrah diri. Menunggu mencairnya hati ayah yang keras itu.

Aku merindukan kekasihku, Sonic. Sejak ia berganti nomor telepon, aku hanya memantaunya dari jejaring sosial. Namun belakangan ini aku heran. Semua akun yang ia punya menjadi off. Setelah itu, aku hanya dapat mengingatnya melalui foto dan bayangannya.

Ibuku masuk kedalam kamar setelah ayah membukanya. Aku memeluknya hangat, meneteskan air mata.

“ Bunda. Aku sudah ikhlas meninggalkan Sonic. Dan aku akan menuruti perkataan ayah. Ohiyah, satu lagi, kenapa seluruh teman-temanku sudah tidak dapat aku hubungi? “

Diujung ruangan ini, aku masih menunggu jawaban ibu. Tak disangka, ia hanya tersenyum kemudian meninggalkanku. Tak lama kemudian, ayah membuka pintu kamarku lagi. Ia berdiri di tengah pintu. Dengan wajah dinginnya, ia mengulurkan tangan.

Uluran tangan ayah bagaikan magnet. Tubuhku menjadi beranjak mendekatinya. Telapak tanganku kini sudah berada diatas telapak tangannya. Dan setelah itu, ayah membuka pintu untukku melihat kebebasan. Semuanya berubah.

“ Sayang. Ingat. Sonic adalah kenangan seratus tahunmu yang lalu. Dan kini, selamat datang untuk seratus tahunmu yang kedua. Ayah menguncimu didalam kamar agar kamu dapat mendewasakan diri. Kamu bukan manusia seutuhnya. “

Aku tertegun mendengar perkataan ayah. Memang, selama ini aku tak merasakan tubuhku membesar atau menua. Aku tetap merasa menjadi anak berusia tujuh belas tahun. Tapi hingga sekarang, aku masih belum percaya bahwa aku terlahir bukan dari keluarga manusia normal lainnya.

തതത

Banyak buku yang telah aku pelajari. Hingga aku mengenali siapa diriku sendiri. Buktinya, hari ini aku telah menjadi salah satu siswi di universitas ternama di kotaku. Yang tentu saja aku mendaftar bukan menggunakan akta kelahiran asliku seratus tahun yang lalu. Ayah langsung menyetujuinya ketika aku berniat untuk sekolah lagi, dengan alasan mencari jati diri sesungguhnya untuk menjalani kehidupanku yang teramat panjang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline