Setiap negara memiliki mata uangnya sendiri yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran transaksi ekonomi di dalam negeri. Oleh karena itu, di dunia ini terdapat berbagai macam mata uang dengan nilai tukar yang berbeda. Maka untuk menangani perbedaan nilai mata uang tersebut, dibentuklah suatu sistem moneter internasional. Sistem moneter internasional berfungsi sebagai struktur, instrumen, lembaga dan peraturan atau perjanjian yang digunakan untuk menentukan kurs atau nilai berbagai mata uang di dunia. Hal tersebut juga meliputi nilai mata uang dalam penyesuaian aliran modal, perdagangan internasional, serta neraca pembayaran.
. Di dalam sistem moneter terdapat sistem kurs mata uang yang digunakan untuk menghitung nilai tukar mata uang dengan valuta asing. Sistem kurs mata uang yang dianut oleh suatu negara dapat berbeda dengan sistem kurs mata uang yang dianut oleh negara lain. Hal ini disebabkan karena suatu negara menganut sistem kurs mata uang sesuai dengan kepentingan nasional dan strategi ekonomi yang dibutuhkan oleh negaranya sendiri. Sebelum kita beralih pada jenis-jenis sistem kurs mata uang, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa itu kurs valuta asing dan istilah-istilah yang berkaitan dengan hal tersebut.
Kurs valuta asing berarti harga mata uang suatu negara dalam unit komoditas seperti emas maupun perak atau mata uang negara lain. Terdapat dua kebijakan yang dapat digunakan untuk mengatur kurs valuta asing yaitu fixed exchange rate dan floating exchange rate. Fixed exchange rate merupakan kebijakan ketika suatu negara mengatur sendiri nilai tukar mata uangnya, sedangkan floating exchange rate merupakan kebijakan ketika suatu negara menyerahkan nilai tukar mata uangnya terhadap mekanisme pasar valuta asing. Selain itu, terdapat beberapa jenis mata uang diantaranya convertible currency, soft currency, serta hard currency. Convertible currency merupakan keadaan jika suatu mata uang dapat ditukarkan secara bebas dengan mata uang negara lainnya.
Hard currency adalah keadaan ketika mata uang suatu negara sering kali mengalami revaluasi atau apresiasi relatif terhadap sebagian mata uang dunia. Atau dapat dikatakan bahwa mata uang hard currency berasal dari negara-negara yang kuat seperti Dolar Amerika Serikat, Poundsterling Inggris, Yen Jepang, dll. Suatu mata uang dapat masuk dalam kategori hard currency ketika mata uang tersebut dikeluarkan oleh negara yang stabil dari segi ekonomi maupun politik. Sedangkan soft currency adalah keadaan ketika mata uang suatu negara sering kali mengalami devaluasi atau depresiasi. Mata uang soft currency biasanya dianggap lebih lemah dari mata uang negara-negara lain. Nilai tukar mata uang ini cenderung tidak stabil jika dibandingkan dengan mata uang lainnya. Biasanya mata uang ini berasal dari negara berkembang yang politik dan perekonomiannya mengalami ketidakpastian. Salah satu contoh dari mata uang soft currency yaitu Kyat, mata uang yang berasal dari Myanmar.
Kyat menjadi salah satu mata uang yang tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran dalam transaksi ekonomi internasional. Hal ini dikarenakan nilai tukar mata uang Kyat termasuk ke dalam nilai tukar yang paling lemah diantara mata uang lainnya. Bahkan, nilai kurs mata uang Kyat menjadi urutan pertama terendah di kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 2021, nilai tukar mata uang Kyat terhadap dollar Amerika Serikat melemah sebanyak 60 persen. Nilai tukar Kyat terhadap dollar Amerika Serikat mencapai titik rendahnya yaitu sebesar 2.700 kyat per dollar Amerika Serikat pada bulan September 2021. Melemahnya kurs kyat terhadap dollar Amerika Serikat ini disebabkan karena adanya kudeta militer yang terjadi di Myanmar.
Kondisi politik dan perekonomian Myanmar mengalami krisis akibat adanya kudeta militer tersebut. Proses depresiasi kurs mata uang Kyat terjadi dengan sangat cepat sehingga harga barang-barang pokok di pasaran meningkat secara signifikan. Hal tersebut memberikan dampak terhadap pasar valuta asing di Myanmar. Akibat ketidakstabilan politik dan ekonomi yang sangat mengkhawatirkan, pasar valuta asing di Myanmar juga menjadi tidak stabil. Harga emas di Myanmar mengalami fluktuasi dan terjadinya kenaikan harga bahan bakar menyebabkan konsumsi masyarakat menurun sehingga banyak bisnis lokal yang memilih untuk berhenti beroperasi.
Negara Myanmar menganut sistem kurs mengambang terkendali atau dirty floating rates. Sistem kurs ini membuat bank sentral suatu negara dapat mengintervensi jalannya pasar valuta asing guna mengurangi fluktuasi harian. Salah satu metode yang digunakan pemerintah penganut sistem kurs tersebut yaitu degan cara mempersempit fluktuasi kurs mata uang melalui transaksi jual beli mata uang domestik di pasar valuta asing. Dalam sistem kurs mengambang terkendali ini, pemerintah negara penganut sistem dapat membeli mata uang domestik di pasar valuta asing jika mata uangnya mengalami depresiasi. Kemudian untuk mengurangi depresiasi mata uang Kyat, Bank Sentral Myanmar mengambil langkah dengan menjalankan pasar lelang valuta asing. Myanmar setidaknya dapat mengurangi nilai kurs mata uang asing serta mengamankan cadangan devisa negaranya melalui langkah tersebut. Namun disisi lain, ketersediaan dollar Amerika Serikat di Myanmar sangat terbatas karena ketidakstabilan harga mata uang kyat. Akibatnya, beberapa tempat penukaran mata uang asing di Myanmar menjadi tutup sehingga penukaran mata uang kyat ke mata uang lain sulit untuk dilakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H