Lihat ke Halaman Asli

Balfa Syehra

Pemerhati Kebijakan Pemerintah

Gula, Harganya Tak Semanis Rasanya

Diperbarui: 30 April 2020   00:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Di samping manusia membutuhkan Tuhan, di sisi lain bahan pangan menjadi kebutuhan utama umat manusia untuk tetap dapat melanjutkan hidupnya di dunia, manusia tak bisa memiliki kekuatan atau daya jika tidak dapat memenuhi kebutuhan utamanya tersebut. Manusia butuh makan, minum, asupan gizi yang baik. Bagi umat Islam, makan tidak sekedar makan, minum tidak sekedar minum, namun dikaji jauh daripada itu. Apakah hasil makanan, minuman diperoleh dari hasil yang halal? Uang yang didapat tidak dari hasil mencuri, menjarah, tidak dihasilkan dari bermain judi. Apabila sumber daripada makanan dan minuman tersebut jelas barulah keberkahan datang menyelimuti hari-hari kita. Sehingga semisal uang kita sedikit tapi kita merasakan kenikmatannya, apabila kurang tapi merasakan akan kecukupan rezeki yang dilimpahkan kepada diri kita.

Hal di atas baru dilihat dari sumber menggapai kebutuhan utama, belum lagi jika dinilai dari sisi kemanusiaannya sebagaimana Rosulullah Nabi Muhammad Nabinya umat Islam berkata; 

"Tidaklah beriman orang yang kenyang, sementara tetangganya lapar sampai ke lambungnya." (HR. Bukhari & Thabrani)

Perkataan Nabi Muhammad di atas disebut sebagai hadis, pedomannya umat Islam, hadis tersebut menjelaskan bahwa seseorang tidak boleh membiarkan tetangganya kelaparan. Bahkan ia harus turut membantu mengatasi kelaparan itu, membantu kebutuhan pokok saudara-saudaranya yang dilanda kekurangan.

Selama bulan Ramadhan ini harga-harga bahan pangan jika dibandingkan dengan sebelumnya tidak nampak begitu mencolok perbedaannya, beras masih tidak jauh beda, kentang, sayur mayur, ikan, ayam harganya hampir sama. Ada satu yang sangat mencolok yaitu harga Gula, harganya tak semanis rasanya. Gula yang dulu-dulunya stabil di harga sebelas atau dua belas ribuan, perlahan-lahan naik seribuan, tiga belas ribu, tiba-tiba empat belas ribu, sampai puncaknya saat ini di harga delapan belas ribu per kilo. 

Di sisi lain jika dibandingkan dengan masa-masa pandemi, ayam jatuh turun drastis yang awalnya berkisar dua puluh dua ribuan menjadi enam belas tujuh belas ribuan per kilo. 

Namun, menurut hemat penulis bukan harga-harga bahan pangan yang menjadi titik sorotan, harga-harga bahan pangan tidaklah menjadi sesuatu yang mengganggu. Tapi, keadaan dimana pintu mencari nafkah yang susah itu yang mesti diselamatkan. Terlihat di masa pandemi ini masyarakat-masyarakat susah membuka usahanya, begitu banyak perusahaan-perusahaan yang tidak dibolehkan beroperasi bahkan sampai harus terancam ditutup jika masih beroperasi. Hanya perusahaan-perusahaan tertentu saja yang dibolehkan. Ada yang boleh dan ada yang tidak ini saja sudah terlihat adanya ketidakadilan di negeri ini. Ketidakadilan inilah yang semestinya dibasmi.

Sehingga banyak mengakibatkan saudara-saudara kita yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Keadaan ini terjadi karena kita sendiri yang memutus mata rantai kehidupan sebagaimana mestinya. Pelarangan-pelarangan yang ada tidak hanya memutus mata rantai penyebaran virus akan tetapi juga akan memutus mata rantai keberlangsungan hidup manusia. 

Kita sudah tahu manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Tetapi hakikat hidup manusia itu sendiri yang malah diputus, kegiatan sosial dimana-mana ditiadakan, bukan malah penyakit terputus tapi malah menimbulkan penyakit lain. Stres tinggi, ketakutan yang luar biasa, takut mati, takut tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kecurigaan satu sama lain, setiap ketemu saudara kita di jalan yang sedang batuk pikiran kita sudah langsung menggiring kepada virus corona. Hal inilah yang sejatinya membunuh manusia itu sendiri. 

Keadaan di ataslah yang menyebabkan krisis di berbagai sisi, bukan di harga bahan pangannya tetapi mata pencahariannya yang sudah tertutup. 

Tatkala krisis sudah merajalela, di sinilah saatnya manusia merasakan kemanusiaannya. Saling bantu membantu, bahu membahu dalam kebaikan sebagaimana hadis yang telah kita sampaikan di atas. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline