Lihat ke Halaman Asli

Asrul Sani Abu

Author | Entrepreneur | Youtuber

Mampirlah ke Makassar

Diperbarui: 10 Januari 2022   19:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

MAMPIRLAH KE MAKASSAR | Kota berpantai penuh semangat yang membara, bagai para pelaut Phinisi menerjang lautan. Kitari lautan, gunung dan pulau kecilnya, sungguh indah dan mempesona mata memandang. Bagai pandangan wanita Malebbi perindu sang jiwa. Jangan ditanya tentang semangat juang dan motivasinya. Semua akan bersuara keras dan lantang, seakan tak ada yang ditakutinya. Entah karena lautan yang bergelombang dengan angin buritan yang menerpa wajahnya, ataukah karena makanan laut, coto atau konronya. 

Warung kopi berjejer padat di sudut kota, warung ikan dan sop saudara, tempat kongkow dan berbagi cerita. Dari sini berawalnya sebuah cerita. Cerita yang menyulut semangat, untuk lebih semangat bekerja dan beribadah atau sekedar melepas lelah dan rasa bosan. Makan ikan bolu di setiap sudut kota, walau panas tetap ramai pengunjungnya. Makan apang dan kue bugisnya, semua manis menggoda selera. Semanis para gadis manisnya, yang banyak bersembunyi dari hiruk pikuk dunia. Wanitanyapun bukan wanita biasa. Wanita termahal dan dimuliakan dengan mahar atau panaiknya. Dia yang berparas cantik dan tinggi kedudukannya, akan dibayar mahal untuk meminangnya. Namun wanita terbaik adalah yang paling mudah dan ringan maharnya, dia yang juga rela berbagi kasih dengan penuh pengorbanan. Hingga para pria bersemangat mencari jati diri dan pendidikannya. Demi sebuah persembahan terindah bagi keluarganya. 

Jangan coba membuatnya merugi atau kecewa. Genderang perang akan mulai ditabuhkan, bagai para penari yang bermain dan bergoyang ceria. Karena kekalahan adalah sebuah kemenangan di masa depan, tak ada kata kalah atau menyerah. Berantem atau sesekali berkelahi adalah hal lumrah, untuk sekedar menunjukkan kemampuan atau ingin memegang kuasaNya. Kalau tidak, selamanya hanya dijadikan kerbau garapan atau ayam aduan. Namun lebih sering semua diselesaikan dengan potongan kue dan hidangan Bosara berselera, karena semua senang kumpul dengan makan bersama. 

Toleransi dan kesetiakawanannya sangat kuat dibangun dari keluarga di kampungnya. Senjata atau badiknya akan mudah diacungkan jika mencoba mengganggu siri (harga diri) dan keluarganya. Disini mataharinya bangun lebih pagi, cepat panas namun akan indah di sore hari. Sunsetnya mempesona jika ditemani Pisang Epe di Pantai Losari. Mudah marah dan kecewa, namun mudah juga untuk memaafkan semua. Berenanglah di Akkarena atau sepanjang Tanjung Anging Mamirinya, tempat berkumpul dan bercengkrama membasuh luka dan derita. 

Kehidupan di sini juga tak pernah berhenti, bahkan saat covid melucuti. Mengejar mimpi dan gairah cinta serta harga diri. Demi segenap cita dan cinta bagi sang ibu dan pertiwi. Gedung dan pencakar langit dibangun para perantau yang sukses menyebrang ke negeri seberang. Dia yang berani hijrah dari kampung halamannya untuk membangun masa depannya. Namun jika engkau senang sendiri, pergilah ke pegunungan terindah Ramang-ramang berperahu diantara sungai tersembunyinya menyusuri hati yang mengembara. Bantinglah segala sedih dan kecewa dengan kucuran air terjun raksasa Bantimurungnya, lalu naiklah ke atas dunia, petiklah daun teh segar yang diambil dari lembah dan pegunungan Malino yang mendunia, menyusuri aliran jalan berkelok dengan gunung perawan, menghampar dengan sungai-sungai jernih di antara sucinya air terjun pembersih jiwa. 

Mampirlah juga ke makam Syekh Yusuf sang ulama besar yang mendunia, bertemu Sultan Hasanuddin dengan Balla Lompoa dan benteng Rotterdamnya, memberi hormat pada Jendral Yusuf yang berani memerangi musuh negerinya, bersama Haji Kalla dengan keuletan bisnisnya hingga belajar integritas dari Baharuddin Lopa serta mengais ilmu presiden Habibie dengan otak cerdasnya.   Hampir semua prianya adalah perantau. Yang berani hijrah demi mengangkat harkat keluarganya. 

Berani mati, adalah harga mati. Apalagi bersama teman-teman sejati. Selalu bersemangat mencari jati diri, hingga sang waktu memanggil untuk pulang kembali. Pulanglah ke rumah Ilahi yang indah dan mempesona jiwa, masjid yang terapung dalam pandangan atau megahnya masjid 99 kubah di seberang lautan. 

Pantai Losari

Dan... Jangan lupa mampir ke rumahku. Di sebuah teras yang kan kuhidangkan kopi asli dari daerahku. Tempat kita bercanda dan bercerita. Kisah hidupku dan hidup kita semua. Lalu lanjutkan kembali perjalanan kita, untuk mampir ke pelabuhan hati selanjutnya. Pelabuhan yang sedang menunggu kita, bersama semua cita dan cinta Sang Pengembara. 

ASRUL SANI ABU. A Year in Makassar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline