Lihat ke Halaman Asli

Asrul Sani Abu

Author | Entrepreneur | Youtuber

Menapak Tilas Tanah Kelahiran

Diperbarui: 14 Juli 2021   07:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tongrangeng (Dokpri)

Pantai Pare (Dokpri)

Akhir pekan kali ini, saya bersama sang ibu menyempatkan diri menapak tilas kehidupan kami dahulu di tanah kelahiran kota Parepare. 

Sebuah kota pantai yang cukup ramai dengan pemandangan indah pantainya dengan berlatar belakang bukit yang indah serta kumpulan perahu yang sedang menepi di tepian pantai. 

Kota yang berjarak 155 Kilometer dari ibu kota propinsi Sulawesi Selatan adalah sebuah kota terbesar kedua setelah kota Makassar di Sulawesi Selatan. Dengan pendapatan daerah di atas 120 Milyar dengan jumlah penduduk lebih dari 145.000 jiwa. 

Penduduknya sebagian besar bekerja sebagai pedagang atau saudagar, wirausaha, pegawai serta nelayan namun banyak juga yang menjadi perantau ke negeri seberang sama seperti mendiang presiden RI ke 3 BJ. HABIBIE dan berkiprah di kancah nasional maupun dunia. 

Kota Parepare juga dikenal sebagai kota transit dari seluruh wilayah kerajaan Bugis seperti Bone, Soppeng, Sidrap, Wajo, Palopo, Enrekang dan Toraja sebelum ke kota Makassar. Di sinilah orang tua kami juga transit dari kampungnya Bone dan Soppeng sebelum merantau ke kota metropolitan Makassar. 

Kini kota Parepare banyak berubah, lebih tertata rapi dan lebih elok dipandang mata berkat walikotanya yang piawai dalam menata kotanya. Banyak tempat yang indah yang dapat kita kunjungi untuk sekedar melepas penat dan rasa bosan. Kota yang tadinya semrawut dan tak teratur mulai menunjukkan pesonanya. Karena kotanya tanpa ladang dan sawah, maka warganya mengandalkan perdagangan dan jasa untuk menumbuhkan perekonomian mereka. Di setiap sudut kota banyak usaha kecil dan menengah (UKM) yang berjualan produk makanan, minuman dan pakaian. Jenis pakaian yang cukup dicari di Parepare adalah pakaian cakar yaitu sejenis pakaian bekas yang biasanya didatangkan dari kapal besar yang bersandar di pelabuhan, lalu dijajakan di sebuah pasar bernama pasar Senggol. Disebut pasar senggol karena pasarnya ramai namun sempit sehingga jika kita berjalan bersenggolan dengan pengunjung lainnya. 

Nah disinilah saya sempat tumbuh dan besar di sebuah ruko tua depan pantai di area pasar Senggol Parepare sebelum tinggal bersama nenek dan kakek di jalan Mangga Timur di bawah kaki bukit. Di depan pasar Senggol ada banyak juga pedagang yang tidak hanya berjualan pakaian dan aksesoris murah namun juga aneka makanan yang murah meriah namun cukup enak dan mengenyangkan sambil dihibur oleh para pengamen jalanan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline