Si Temon masih menangis sesenggukan di toilet sekolah. Nggak seperti biasanya anak ini menangis. Bisa dibilang anak ini selalu ceria dan murah senyum setiap harinya. Lalu mengapa tiba-tiba hari ini dia menangis? Apa karna ulangan kemaren nggak dapat nilai bagus? Atau pas main bola terjatuh dan mengakibatkan kakinya keseleo. Ternyata nggak. Temon menangis karna diledekin terus sama Adit. Anak yang satu ini memang terkenal suka ngledekin. Sayangnya dia bak air diatas daun talas. Nggak jelas alasan dia setiap ngledekin teman sebayanya. Bisa dibilang yang ngetrend saat ini, ya dia ngikut ngledekin juga. Nggak perduli wilayah yang dia ledekin, termasuk tema nasional. Lho kok?
Ternyata Temon menangis karna diledekin bahwa dia, masih keturunan PKI. Sebuah julukan yang sangat melekat di bumi pertiwi ini sebagai icon kebiadaban. Semua yang berjudul PKI, pasti orang akan teringat tragedi berdarah yang tak pernah terlupakan. Lalu kenapa anak seusia Temon, Adit, Firman kok sudah membahas yang seharusnya bukan wilayahnya? Padahal usia mereka masih di bawah umur. Akan lebih baik jika anak-anak itu bercengkrama dengan tema cerita ringan atau pelajaran di sekolahnya. Itu pasti lebih pas dan sangat mendidik.
Kasus Temon mungkin nggak cuman dialami oleh satu orang. Ada banyak yang menjadi korban ledekan status yang belum tentu terbukti kebenarannya. Sayangnya mereka mudah percaya dengan temannya. Padahal temannya juga mendapat kabar dari teman yang satunya. Begitu seterusnya hingga yang lebih parah lagi, kabar hoax di era digital seperti ini. Sayangnya orang yang melakukan hal seperti ini dia nggak ngerasa apa-apa. Tetap enjoy dan ngerasa nggak bersalah. Padahal menuduh tanpa bukti nyata, jelas itu sebuah kejahatan. Tetap ada hisab ketika dia nggak minta maaf atau mengklarifikasi atas tuduhannya yang nggak beralasan.
Yang terbaik adalah mengajarkan kebaikan tanpa menanam benih kebencian. Nggak harus menuduh sembarangan kalau kita pingin mendapati pahala. Juga nggak harus berbicara kasar cuman gara-gara beda ideologi dan cara pikir. Atau kita mengumpulkan massa sebanyak-banyaknya agar tatanan yang kita bentuk, mampu menjadi yang terbaik. Menuduh semaunya sendiri itu mudah, murah dan gratis. Nggak perlu sekolah tinggi-tinggi kalau cuman ikut-ikutan menuduh. Ingat, diatas langit masih ada langit. Bisa jadi orang yang kau tuduh, kau hina, kau cemooh, kau ledekin, lebih mulia dan tinggi derajatnya. Sebab yang dituduh, itu lebih banyak peluangnya terkurangi dosa. Sedang orang yang menuduh, takutnya kalau nggak terbukti dia sendiri yang akan menanggung akibatnya.
Wallau'alam,....
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI