Lihat ke Halaman Asli

Ashriati Arifin

Seorang istri dan seorang ibu dari seorang dara cantik jelita.

Memori Kereta Langsam

Diperbarui: 28 September 2022   23:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun 1990 orang tua ku pindah dari Jakarta ke Serpong. waktu aku baru saja lulus SMA,  karena gagal masuk Perguruan Tinggi Negeri akhirnya aku memutuskan untuk kursus komputer di daerah Kebayoran, sedangkan adikku saat itu bersekolah di SMAN 86 Kebayoran. 

Kereta menjadi satu-satunya alternatif transportasi aku, adikku juga kedua orang tua ku untuk ke sekolah, bekerja atau bepergian ke Jakarta. 

Untuk jurusan Serpong-Jakarta, saat itu masih belum tersedia kereta api listrik atau sejenis commuter line seperti saat ini. Kereta yang tersedia adalah kereta api berbahan bakar batubara, yang dikenal dengan sebutan Kereta Langsam. 

Kereta Langsam melayani perjalanan dari Rangkas Bitung hingga Stasiun Jakarta Kota, termasuk ke Kebayoran, Palmerah dan Tanahabang. Atau sebaliknya dari Jakarta menuju Rangkas Bitung. 

Hampir setiap hari aku dan adikku saat itu menggunakan Kereta Langsam yang singgah di Stasiun Sudimara pukul 6 pagi, bahkan terkadang kami berangkat naik kereta Langsam pukul 5.30 pagi. 

Kereta Langsam ditumpangi oleh beragam orang dengan beragam profesi. Tidak saja pekerja kantoran, pedagang yang ingin berjualan di Jakarta pun, ikut menjadi bagian penumpang kereta ini. Tak heran jika, ada ayam, bebek, kambing pun ada di dalam Kereta Langsam yang kami tumpangi. Tidak saja berisik, binatang yang menjadi barang dagangan ini tak jarang buang kotoran di kereta sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap. Bahkan tidak jarang sepatu kami menginjak kotoran dari binatang komoditas tersebut. 

Malam hari menjadi hal yang paling menakutkan bagi kami para pengguna kereta Langsam. Sebab, kereta tidak berlampu ini sering kali membuat kami takut. Untuk itu tidak sedikit penumpang yang membawa lilin dan menyalakanya selama dalam perjalanan. 

Meski setiap hari harus berdesakan dan gelap-gelapan, namun Kereta Langsam tetap menjadi transportasi utama kami. Sebab, tarif murah kereta Langsam yakni hanya 100-200 rupiah dimasa itu, tak membuat kami merugi. Inilah sepenggal memori kereta api, terus maju kereta api Indonesia. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline