Lihat ke Halaman Asli

Titik Koma

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dua Kalimat.
Keduanya berhubungan,
namun tentu saja mereka sebenarnya sanggup berdiri sendiri -
tampil dan secara lantam mengandalkan isi pikiran masing-masing.

Koma -
yang mampu memperluas ruang hubungan mereka -
terasa terlalu remeh,
mampu membangunkan arogansi sewaktu-waktu
yang diramalkan akan melahirkan bilangan tragedi.

Sang Penulis berpikir ulang,
"Koma? Ah, tidak."

Titik -
yang mampu mempertegas letak pijakan mereka -
terasa terlalu radikal,
mampu menciptakan sebuah apatisme.
Ramalan berikutnya: Tragedi.

Sang Penulis - yang tak tega - berpikir ulang,
"Titik? Ah, tidak."

Agaknya… kaitan di antara mereka (terlalu) kuat.
Setidaknya, demikianlah yang dirasakan Sang Penulis.
Dua Kalimat yang terlalu lekat untuk dipisahkan oleh Titik,
namun terlalu pekat untuk dileburkan oleh Koma.

Sang Penulis tak kehabisan akal,
"Titik Koma!"
Disatukannyalah dua Kalimat, tanpa harus dileburkan.

Satu Kalimat:
Aku; Kamu.

(Tangerang, Juli 2013)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline