Lihat ke Halaman Asli

Asri Julianti

Mahasiswi UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jurusan Sejarah Peradaban Islam

Orientalisme di Indonesia: Pengaruh Snouck Hurgronje terhadap Kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda

Diperbarui: 16 Juni 2023   13:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Snouck Hurgronje (1857-1936). Foto KITLV

Orientalisme merupakan studi yang dilakukan oleh orang-orang dari Barat yang mengkaji mengenai dunia timur baik dari aspek sejarah, bahasa, budaya, hingga aspek agama. Dengan segala keunikan yang ada, dunia timur seperti tak ada habisnya untuk dijadikan sebagai bahan kajian oleh bangsa Barat. Salah satu alasan umum yang menginisiasi para orientalis mengkaji mengenai dunia timur adalah kepentingan kolonialisme dan imperialisme.

Salah satu tokoh orientalis yang masyhur dan memiliki jasa besar terhadap kebijakan pemerintahan kolonial di Indonesia adalah Snouck Hurgronje. Beliau adalah orientalis berkebangsaan Belanda yang lahir dari pasangan pendeta protestan yakni Ds. J.J. Snouck Hurgronje dan Anna Maria de Visser. Beliau lahir pada 8 Februari 1857 di kota Oosterhout.

Setelah menyelesaikan gelar doktoralnya dengan menulis disertasi berjudul Het Mekkansche Fest, Snouck Hurgronje pada tahun 1884, berangkat ke Makkah untuk memperdalam pengetahuannya tentang sastra Arab dan agama Islam. Pada tanggal 16 Januari 1885, Snouck Hurgronje secara resmi masuk Islam di hadapan Qadhi Jedah dan menggunakan nama Islam Abdul Gaffar. Melalui status barunya ini ia diberikan keleluasaan untuk memasuki kota Makkah dan mendapat akses untuk belajar Islam pada sejumlah Mufti disana. Ia juga memanfaatkan kesempatan itu untuk belajar Bahasa Arab dan Bahasa Melayu, karena disana ia banyak berkumpul dengan orang-orang yang menguasai bahasa Melayu.

Dari pengalamannya di Makkah, Snouck melihat sifat fanatik umat Islam Hindia Belanda, terutama suku Aceh, dalam melawan Belanda. Karena itu, niatnya untuk mengetahui Hindia Belanda semakin kuat. Untuk itu ia mengirim surat untuk bisa berangkat ke Aceh atas wewenang dari pemerintahan Hindia Belanda sebagai seorang peneliti. Di Aceh, Snouck mempelajari masyarakat Aceh dalam konteks sosial-antropologis dibawah kuasa Gubernur Militer di Aceh yaitu Van Heutsz.

Setelah tinggal di Aceh selama beberapa tahun, ia kembali ke Batavia dan menyampaikan laporan penelitiannya yang berjudul Atjeh Verslag kepada pemerintah kolonial Belanda. Laporan itu kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul De Atjeher. Selain buku tersebut, Snouck juga menulis beberapa karya tulis lain seperti De Islam in nederlandsh-Indie, dan Ambtelijke adviezen van C. Snouck Hurgronje 1889-1836.

Hasil laporan dari Snouck ini dianggap sangat membantu pemerintah kolonial Belanda dalam menentukan kebijakan terhadap kaum pribumi. Saking berharganya, buku Snouck ini disebut sebagai buku saku untuk melemahkan tindakan ofensif politik Islam di Indonesia. Melalui laporan Snouck yang tertuang dalam buku-buku tersebut, pemerintah kolonial berhasil menaklukan Aceh setelah 39 tahun lamanya berperang. Dalam bukunya, Snouck Hurgronje menganalisis kelemahan dari pasukan Aceh. Ia mengusulkan beberapa cara untuk menaklukkan Aceh, yaitu:

  • Memecah belah persatuan dan kekuatan masyarakat Aceh karena dalam lingkungan masyarakat Aceh terdapat rasa persatuan antara kaum bangsawan, ulama dan rakyat.
  • Menghadapi kaum ulama yang fanatik dalam memimpin perlawanan harus dengan kekerasan, yaitu dengan kekuatan senjata
  • Bersikap lunak terhadap kaum bangsawan dan keluarganya dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk masuk ke dalam korps pamong praja di pemerintah kolonial.

Menurut Snouck, dalam bidang agama Pemerintah Hindia Belanda hendaknya memberikan kebebasan kepada umat Islam Indonesia untuk menjalankan agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah. Jika Belanda melawan Islam sebagai Agama, maka Belanda akan menghadapi pasukan jihad yang melawan kelompok yang mengusik agamanya.

Kemudian, dalam bidang sosial kemasyarakatan Snouck mengusulkan pemerintah harus memanfaatkan adat kebiasaan yang berlaku dan menggalakkan agar rakyat tetap berpegang teguh pada adat tersebut, sehingga ajaran Islam sangat dibatasi agar tidak meluas.

Kebijakan lain juga diajukan Snouck kepada pemerintah Hindia Belanda, yakni mengawasi kas masjid agar tidak digunakan untuk hal yang membahayakan kekuasaan pemerintah. Snouck juga berkeyakinan bahwa tarekat sangat berperan dalam pergerakan untuk itu Hindia Belanda harus berhati-hati mengenai hal ini selain Pan-Islam.

Selain menyangkut permasalahan perang Aceh, Snouck juga merekomendasikan bahwa untuk mengalahkan pengaruh Islam di Hindia Belanda, kaum priyayi atau elit pribumi harus diberi pendidikan Barat, sehingga terjauhkan dari agamanya dengan tujuan untuk menempatkan para elit ini di berbagai jabatan yang strategis agar Hindia Belanda dapat dipimpin oleh pribumi yang ke barat-baratan, serta patuh pada pemerintah Belanda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline