Isu terorisme di negara Indonesia menjadi perhatian dunia karena adanya penyimpangan karena negara ini memiliki populasi muslim paling banyak di dunia namun masyarakat Indonesia memilih untuk mengutuk serangan teroris tersebut. Definisi terorisme sangat bergantung dari aspek mana permasalahan terorisme ini akan dibahas dan itupun akan mengarahkan pembahasan sesuai dengan kepentingan politik mana yang memiliki kekuatan yang lebih besar.
Pada gagasan konseptual, negara mempunyai tanggung jawab terhadap warga negara dan kedaulatannya. Hal ini yang kemudian negara harus menuntaskan tanggung jawabnya melalui lembaga negara yang memiliki agenda pada pemecahan permasalahan. Dengan kata lain, pencegahan penyebaran paham radikalisme dan memudarnya nilai-nilai pancasila dalam jiwa pelajar Indonesia. Pemerintah dan lembaga terkait harus bekerja sama untuk menaungi permasalahan tersebut.
Permasalahan radikalisme dalam Islam yang masuk melalui lingkungan pendidikan formal seperti di sekolah ataupun perguruan tinggi merupakan masalah yang sangat menarik jika dikaji lebih dalam karena masuknya paham tersebut sangat jarang diketahui oleh komponen-komponen pendidikan yang ada di sekolah.
Kasus yang bermunculan terkait kekerasan dan terorisme mengatasnamakan agama tersebut dilatarbelakangi oleh fenomena fanatisme keagamaan yang sempit sebagai dampak dari meluasnya gerakan radikalisme Islam. Kekerasan dan terorisme atas nama agama dipicu oleh fenomena fanatisme agama yang sempit akibat penyebaran Islam radikal. Oleh karena itu, kesadaran akan perlunya pluralisme dan konsep pendidikan yang inklusif (terbuka) diharapkan mampu memainkan fungsi pendidikan yang mampu mendidik secara ramah dan berempati terhadap kepentingan setiap umat manusia, tanpa terkecuali termasuk ke non muslim.
Aksi radikalisme yang semakin marak yang terjadi dalam beberapa kurun waktu cenderung ke dalam isu-isu keagamaan, maka seolah-olah agama adalah sarang radikalisme. Oleh karena itu, pemerintah dan aparat memberikan edukasi mengenai hakikat radikalisme dalam konteks yang lebih luas. Hal ini diperlukan untuk menghindari stigma negatif terhadap suatu agama mengenai radikalisme yang sebenarnya hanya dilakukan oleh sebagian oknum yang tidak bertanggung jawab dalam menjaga kestabilan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Radikalisme adalah pemikiran atau sikap yang ditandai oleh empat hal yang sekaligus menjadi karakteristiknya, yaitu: pertama, sikap tidak toleran dan tidak mau menghargai pendapat atau keyakinan orang lain. Kedua, sikap fanatik, yaitu selalu merasa benar sendiri dan menganggap orang lain salah. Ketiga, sikap eksklusif, yaitu membedakan diri dari kebiasaan orang kebanyakan. Keempat, sikap revolusioner, yaitu cenderung menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan.
Sasaran para teroris adalah anak-anak muda yang sedang berusaha mencari jati diri. Sarana yang efektif yang digunakan kelompok radikal adalah ruang digital atau media sosial yang banyak digemari anak muda jaman sekarang. Maka dari itu, anak muda di tuntut untuk mempunyai kepekaan dan kemampuan yang kritis untuk mengidentifikasi, melawan, dan mempertahankan diri dari pengaruh paham-paham radikal.
Daftar Pustaka
Pradana, R., & Setiyono, J. (2021). Peran Pendidikan Pancasila Terhadap Pencegahan Penyebaran Terorisme Di Kalangan Pelajar. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 3(2), 136-154.
Nurhakiky, S. M., & Mubarok, M. N. (2019). Pendidikan Agama Islam Penangkal Radikalisme. IQ (Ilmu Al-qur'an): Jurnal Pendidikan Islam, 2(01), 101-116.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H