Saya menamakannya dengan "Catatan Harian Penyangga IKN Nusantara". Berbentuk serial. Jadi mungkin setiap tulisannya akan berjudul, misal begini "Catatan Harian dari Penyangga IKN Nusantara ke-1". Seperti judul artikel ini. Sehingga yang berubah dari setiap judulnya hanyalah angkanya saja.
Mengapa namanya "penyangga IKN Nusantara"? Karena sekarang saya sedang bertugas sekaligus berdomisili di salah satu wilayah yang menjadi penyangga IKN Nusantara. Yang saya fahami, wilayah penyangga adalah wilayah - wilayah yang berada di sekeliling wilayah yang disangganya. Biasanya berbatasan langsung.
Kebetulan daerah penempatan tugas saya berbatasan langsung dengan Kaltim. Saya sekarang bertugas di Kabupaten Tabalong. Tabalong adalah kabupaten paling ujung Kalsel yang berbatasan langsung dengan dua provinsi lain di Kalimantan, yaitu Kalteng dan Kaltim.
Menurut teman saya yang kebetulan salah seorang camat di Tabalong, Tabalong adalah daerah strategis, karena merupakan tempat bertemunya 3 provinsi. Bahasa kerennya adalah daerah segitiga emas, tambahnya.
Orang - orang dari Kalsel, kalau ingin menuju Kaltim lewat jalur darat, pasti melewati Tabalong dulu. Pun juga orang - orang dari sebagian wilayah Kalteng. Sehingga tidak salah jika dikatakan kalau Tabalong adalah salah satu pintu gerbang IKN Nusantara.
Biasanya kalau dari Tabalong menuju Balikpapan, kita harus menggunakan kapal feri di Pelabuhan Penajam. Mungkin awal tahun depan kita sudah bisa menggunakan Jembatan Pulau Balang. Salah satu jembatan ikonik di Indonesia.
Bahkan saya rasa, jarak dari Tabalong ke IKN Nusantara malah lebih dekat ketimbang jarak dari Tabalong ke Balikpapan.
Melihat posisinya itu, Tabalong akan menjadi salah satu wilayah terdekat yang men-support IKN. Maka saya fikir, tidak salah juga kalau saya mengatakan bahwa Tabalong adalah salah satu wilayah penyangga IKN Nusantara.
Mimpi-mimpi keindahan dan kebermanfaatan IKN Nusantara adalah sesuatu yang menarik perhatian saya beberapa tahun terakhir. Yang dimulai sejak saya mencari ide tesis pada tahun 2017 saat saya mengambil program master ilmu ekonomi di UI.
Lagi asyik - asyik mencari inspirasi, tanpa sengaja, saya menemukan dokumen menarik di internet berjudul Visi Indonesia 2033. Dokumen tersebut berisi hasil kajian akademik dan merekomendasikan agar ibu kota Indonesia harus dipindahkan ke Kalimantan.
Kajian yang tertuang dalam dokumen Visi Indonesia 2033 tersebut kalau saya tidak salah dilakukan pada tahun 2008, jauh sebelum Presiden Jokowi menjadi Presiden RI. Dan perumusnya adalah orang - orang keren yaitu Andrinof Chaniago, Ahmad Erani Yustika, Mohammad Jehansyah Siregar, dan Tata Mutasya.