Lihat ke Halaman Asli

Mengantisipasi Ketegangan Politik Legislatif dan Eksekutif

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

MENGANTISIPASI KETEGANGAN POLITIK LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF

Oleh : Aspianor Sahbas

Meskipun Presiden dan Wakil Presiden terpilih belum dilantik, tetapi gerakan ke arah terjadinya ketegangan antara eksekutif dan legislatif semakin nampak terlihat. Ketegangan yang terjadi di parlemen antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dalam menggoalkan beberapa undang-undang (UU) dan perebutan kursi pimpinan di parlemen, mengindikasikan bahwa ke depan hubungan antara Presiden/Wakil Presiden dan parlemen akan mengalami ketegangan. Bahkan tidak mustahil relasi antara kedua lembaga negara ini akan mengalami kebuntuan politik.

Secara teoritis, dalam sistem presidensial dengan sistem multipartai,  para pakar politik sudah memprediksi adanya kemungkinan terjadinya ketegangan politik antara legislatif dengan eksekutif yang dapat menuju ke arah terjadinya kebuntuan politik. Sebab dalam sistem multipartai, jika pemenang dalam pemilihan Presiden atau eksekutif secara langsung adalah berasal dari partai minoritas di parlemen, maka besar kemungkinan partai yang memegang mayoritas di parlemen akan mengambil langkah-langkah politik untuk menghambat kebijakan Presiden yang berasal dari partai minoritas. Implikasinya adalah kebijakan eksekutif untuk menggerakan roda pemerintahan mengalami destablisasi. Ancaman bagi terjadinya instabilitas politik menjadi sangat terbuka.

Hari-hari terakhir ini, kita sudah menyaksikan gejala dan realitas politik di parlemen dengan menguatnya persaingan politik antara partai pedukung pemerintah dengan partai “oposisi”. Kenyataan ini memberi warning politik bahwa ke depan jika tidak diantisipasi kita akan menyaksikan pertentangan-pertentangan politik yang lebih hebat lagi.

Dalam situasi seperti itu, jika kita mau berpikir jernih untuk kepentingan bangsa dan negara, maka harus ada langkah strategis untuk membendung terjadinya instabilitas politik yang dapat merugikan kepentingan bangsa dan negara.

Beberapa langkah strategis yang barangkali dapat dilakukan untuk menenangkan situasi antara Presiden dan legislatif.

Pertama, Presiden harus mengambil jalan proaktif untuk melakukan lobi-lobi politik ke parlemen. Presiden dapat membentuk tim lobi yang tangguh yang secara khusus melakukan pendekatan dan persuasi politik baik terhadap person atau kelembagaan partai oposisi di parlemen.

Kedua, dalam mengambil kebijakan sudah semestinya Presiden menghindari pengambilan kebijakan politik yang kontroversial yang dapat mengundang sikap reaktif dari partai oposisi dalam menyikapi kebijakan tersebut. Kebijakan yang diambil harus benar-benar berpihak untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Dengan demikian tidak ada alasan yang kuat bagi partai oposisi untuk mengobok-obok kebijakan pemerintah. Jika mereka mengobok-obok maka mereka akan berhadapan sendiri dengan rakyat.

Ketiga, menempatkan orang-orang yang punya kredibilitas, kapabilitas dan akseptabel dalam jajaran kabinet yang dibentuk. Orang-orang seperti ini sangat dibutuhkan untuk membuka komunikasi politik ketika berhadapan dengan kalangan oposisi di parlemen sehingga mereka relatif mudah diterima. Pilihan pada orang-orang yang berlatar belakang profesional harus menjadi pertimbangan utama untuk menempatkan orang-orang yang akan mengisi kabinet. Dengan demikian conflict of interest dapat terhindari dari pandangan partai oposisi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline