Lihat ke Halaman Asli

asfan shabri

Asfan seorang IT

Lautku Menangis

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Garamku tidak asin lagi menurut informasi yang pernah kita dengar di beberapa media massa tempo hari silam, sesungguhnya perkataan tersebut seharusnya tidak hadir di publikasi negara tercinta ini, tapi siapapun boleh berkomentar bisa jadi lidah atau kondisi kesehatannya pencicipi terganggu.

Kita pernah dengar Indonesia ingin melakukan impor garam, dan sering kali kita melihat saudara kita di timur mulai kekeringan. Madura, Aceh, Cirebon yang banyak expor garam kini mulai ditinggalkan para petani garam, apalagi kondisi pertanian persawahan saat ini tidak bisa dihandalakan untuk bercocok tanam dilahan tanah. Sehingga semakin berat dalam mencari biaya hidup. Pemerintah ingin impor garam, padahal potensi laut yang sangat besar di Indonesia isinya garam semua, sungguh niris memalukan, Indonesia yang kita kenal dari lagu anak-anak "...nenek moyangku seorang pelaut..." artinya laut kita jauh lebih luas daripada daratan, garam indonesia dan garam luar negeri sama aja dari laut yang saling menyambung. Pemuda sarjana pertanian kita hilang entah menjadi apa, ada yang sarjana pertania. Jadi sales mobil, ada yang jadi administrasi di perkantoran yang tidak ada hubungan dengan pertanian, ada yang jadi pialang, dan sebagainya. Air laut kalau kita olah dengan memisahkan air dengan garam melalui penyulingan akan didapat air dan garam, garamnya tentu bisa kita jual untuk meningkatkan perekonomian serta dikonsumsi untuk meningkatkan kesehatan agara tidak terkena penyakit, air dari hasil penyulingan bisa dimanfaatkan untuk konsumsi dan bahkan dijual, atau untuk pengairan sawah yang kering hingga saat ini, coba kita lihat daerah timur terutama nusa tenggara banyak lahan kekeringan dan kekurangan air bersih, bisa kita limpahkan air tanpa putus asupannya, bahkan seluruh Indonesiapun akan bisa terpenuhi. Kalau kita mengandalkan air kali atau sungai, pada saat kering air akan surut sehingga asupan berkurang, dengan air laut, sekering apapun cuaca dari zaman nabi laut tetap ada banyak air. Kini kita perlu pertanyakan, kemana sarjana pertanian kita ? banyak bekerja para sarjana pertanian bukan pada bidangnya, sekolah hanya untuk gelar semata, minim sekali sarjana pertanian kita yang meningkatkan ilmunya di bidangnya, mungkin itupun karena sudah tidak mendapatkan perkejaan di Kota atau PNS (Pegawai Negeri Sipil), serta kita perlu pertanyakan kemana para pejabat kita di Kementerian Pertanian? apakah karyawannya kebanyaka. Bergelar ekonimi sehingga banyak menghitung ekonomi praktis atau pendek, karena harga garam impor murah jadi membeli impor, padahal potensi laut kalau dibenahi akan membuahkan hasil yang jauh bermanfaat dan murah serta berdaya guna hingga kemasyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline