Dear Biyung (Mertuaku)
Dua puluh enam tahun pernikahanku dengan anakmu berjalan, tepatnya tanggal 19 Mai 2021 nanti, tangga yang kami naik bersama tak mudah seperti apa yang orang bayangkan.
Ketika tangga satu saat langkah kami goyah, tak sedikit pun kau beri kekuatan pada kami namun karena cinta yang kami pertahankan selama sepuluh tahun semasa sekolah, membuat sedikit pondasi kami kuat.
Tangga kedua, kembali kau goyang dengan perkataan yang membuat aku tersudut, sebagai menantu berusaha menjadi menantu yang baik, mendengarkan perkataan walau sedikit bertentangan dengan hati.
Terus tangga ketiga, keempat, kelima, tiada rasa simpati kau terhadap aku yang berjuang melewati ujian ketika anakmu kecelakaan, aku berjuang sendiri, tak mengapa bukan laki laki itu pilihanku, belahan jiwaku.
Tak sampai disitu kau masih terus mencari cela dan kesalahanku agar suamiku membenci dan memisahkan kami. Tapi lagi lagi cinta yang Allah titipkan menjadi pondasi yang kuat untuk aku dan suami tetap bertahan dalam gelombang di tengah samudera.
Bahkan ketidaknyamanan yang kau beri padaku tak sedikitpun aku ceritakan kepada orang tuaku hingga mereka mendengar dari mulutmu sendiri, dengan menjelekkan anak perempuannya yang telah didik sendiri, dengan tangan mereka sendiri, agama yang kuat, santun dengan yang tua bahkan sayang dengan yang muda. Mereka tahu bagaimana anak perempuannya karena mereka yang mendidiknya sedari kecil.
Bahkan semua urusan rumah mereka ajarkan pada anak perempuannya. Jika ada kesalahan itu hal yang wajar selagi tak berkata kasar. Bahkan mereka bilang,
"Ujian hidupmu ada di keluarga suamimu,"
Mengingatkan aku untuk lebih mawas diri dan berhati hati dalam perkataan dan perbuatan.