Lihat ke Halaman Asli

Urgensi Pemahaman "Consent" dalam Kehidupan Sehari-hari

Diperbarui: 26 Desember 2021   09:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Akhir-akhir ini banyak beredar berita mengenai kasus kekerasan seksual. Jumlah laporan terus meningkat terutama pada tahun 2021. Tentunya jumlah tersebut masih akan terus mengalami peningkatan. Semua kasus yang telah kita dengar baru sebagian kecil dari yang sebenarnya terjadi di realita. Mendikbud Nadiem Makarim bahkan menyebut fenomena ini ibarat ‘gunung es’.

Kekerasan sendiri dalam KBBI artinya adalah ‘paksaan’. Maka itu, suatu tindakan yang memaksa bisa dianggap sebagai kekerasan. Karena itu sebelum bertindak seseorang harus mendapatkan consent atau persetujuan dari penerima tindakan. Banyaknya laporan akan kekerasan seksual menunjukkan bahwa banyak orang yang masih belum mengerti apa itu consent atau persetujuan.

Consent secara bahasa artinya adalah persetujuan. Menurut KBBI kata ‘persetujuan’ dapat diartikan sebagai pernyataan setuju, kata sepakat, perjanjian, dan sebagainya.

John Kleinig, seorang filsuf dari Amerika Serikat menjelaskan bahwa consent adalah wujud dari pemikiran bahwa tiap individu harus menjaga kedamaian sosial dengan tidak melakukan hal yang meugikan orang lain hanya untuk keuntungan diri sendiri. Menurutnya konsep ini sudah ada sejak era Renaissance Eropa di abad ke-15.

Bukan hanya dalam berhubungan seksual, bahkan dalam kehidupan sehari-hari consent merupakan suatu hal yang sangat penting. Contohnya ketika kita hendak menggunakan barang milik orang lain, tentunya kita harus meminta izin atau mendapatkan persetujuan dari pemiliknya terlebih dahulu. Karena consent juga termasuk ke dalam bentuk tata krama dasar yang wajib dimiliki setiap orang.

Seperti yang dijelaskan oleh Tiara Puspita, seorang Psikolog klinis dewasa dalam webinar Consent & Sexual Abuse pada Jumat (4/12/2020), mengenai beberapa poin penting tentang consent:

  • Consent harus diberikan secara sadar, sukarela, dan bukan karena ancaman atau hasutan. Seseorang harus dalam keadaan optimal ketika memberikan persetujuan, tidak boleh dalam keadaan pengaruh alkohol ataupun tertekan.
  • Persetujuan yang telah diberikan dapat ditarik kembali. Seseorang boleh memberikan consent pada hari ini dan menariknya kembali di kemudian hari. Terutama jika seseorang merasa tidak nyaman akan hal itu.
  • Kedua belah pihak harus memahami dengan baik apa maksud atau tujuan perilakunya. Baik penerima maupun pelaku, harus sama-sama mengerti apa yang akan mereka lakukan dan apa konsekuensinya.
  • Consent atau persetujuan tidak selalu diberikan secara verbal. Terkadang justru sikap atau ekspresi lah yang berperan besar. Seperti tepisan sebagai bentuk penolakan, atau ekspresi antusias sebagai persetujuan.

Poin-poin di atas perlu dipahami kedua belah pihak. Seringkali kita merasa tidak nyaman oleh sikap atau perilaku seseorang terhadap kita. Pelaku tidak boleh memaksakan kehendaknya, dan penerima berhak menolak.

Consent atau persetujuan itu penting. Pemikiran ini harus ditanamkan dalam diri masing-masing. Meminta persetujuan adalah perwujudan dari rasa hormat dan menghargai hak seseorang sebagai sesama manusia. Hal ini tentunya akan menciptakan hubungan yang nyaman, damai, dan aman antar manusia.

Ditulis oleh:

Khansa Afifah Siregar (1203621017)
Pendidikan Bahasa Jerman
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Jakarta


Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu: Dr. Miftahulkhairah Anwar, M.Hum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline