Lihat ke Halaman Asli

Nok Asna

TERVERIFIKASI

Penikmat Senja dan Sastra.

Sepenggal Cerita tentang AIMI dan Ayah Pejuang ASI

Diperbarui: 28 Mei 2019   12:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kelas ayah ASI di Lombok | dokpri

Barangkali nama AIMI belum terlalu populer di kalangan masyarakat. Beberapa waktu lalu saya melihat postingan tentang kegiatan AIMI di sosial media yang dilakukan oleh salah seorang teman. Saya merasa tertarik dan mencoba bertanya tentang kegiatan AIMI tersebut. Namanya Hery Firdaus, tapi saya biasa memanggil dia dengan om Hery. Seorang ayah yang peduli dengan perASIan di Indonesia, khususnya di Sumatra Utara. Setelah saya hubungi, beliau bersedia berbagi informasi tentang AIMI, kegiatan, serta pengalamannya di organisasi tersebut.

AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) merupakan sebuah organisasi nirlaba yang dikelola oleh 99% kaum ibu, yang bertujuan untuk meningkatkan dukungan terhadap pemberian ASI ekskusif, MPASI, serta pemberian ASI hingga 2 tahun dengan melalui berbagai kegiatan yang edukatif, promotif, dan kampanye pemberian ASI ke berbagai kelompok pemangku kepentingan. 

AIMI berdiri pada tanggal 21 April 2007 dan sampai saat ini sudah hadir di 16 provinsi yakni Sumatra Utara, Bangka Belitung, Sumatra Barat, Jambi, Lampung, Kepulauan Riau, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Serta memiliki cabang di 9 kotamadya/kabupaten di luar ibu kota provinsi, yakni Depok, Cirebon, Bekasi, Bogor, Solo, Purwokerto, Bantul, Malang, dan Sorowako. Sedangkan untuk sekretariat sendiri berkedudukan di DKI Jakarta.

Menurut om Hery, tujuan berdirinya AIMI adalah untuk mempromosikan praktek pemberian ASI yang tepat di kalangan ibu dan masyarakat sejak lahir hingga 6 bulan pertama usia kehidupan bayi dan dilanjutkan dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang tepat. MPASI ala rumahan yang lebih bersih, aman,  serta terjangkau sembari meneruskan pemberian ASI hingga 2 tahun atau lebih. 

Semua ini bertujuan untuk meningkatkan cakupan angka ASI ekslusif dan menurunkan gangguan gizi pada anak di bawah usia 2 tahun. AIMI merupakan kelompok ibu, pendekatan peer to peer diharapkan lebih efektif karena bersumber dan disampaikan oleh para ibu yang juga pernah mengalami aspek kesulitan selama proses menyusui dan pernah berjuang untuk memberikan ASI.

Sedangkan untuk anggota AIMI bisa dari berbagai pihak, "Keanggotaan AIMI tidak terbatas bagi para ibu, melainkan juga bagi semua pihak dengan berbagai latar belakang yang berbeda, namun mempunyai keinginan yang sama untuk ambil bagian dalam mendukung pemberian ASI di masyarakat," tutur om Hery.

Terdapat 3 kegiatan utama AIMI, yakni SosialisASI, edukASI, dan advokASI. SosialisASI dilakukan dengan melakukan berbagai diseminasi informasi seputar menyusui melalui kelompok masyarakat seperti Posyandu, Perwiridan, kelompok keagamaan dan bahkan bagi kelompok mahasiswa. Sedangkan untuk edukASI yang hampir dilakukan tiap bulan sekali dengan tujuan kelompok ibu menengah atas yang memang berkeinginan menambah pengetahuan terkait persiapan sebelum melahirkan, paska persalinan maupun tantangan selama proses menyusui dan juga MPASI. 

Kegiatan selanjutnya adalah advokASI, merupakan kegiatan yang mendorong tersedianya iklim masyarakat dan pemerintah yang mendukung praktek pemberian ASI, seperti mendorong regulasi, pengawasan, maupun mendorong lahirnya dukungan perusahaan bagi para karyawan yang masih menyusui.

Selain kegiatan tersebut, AIMI juga seringkali terlibat dalam kegiatan Infant Feeding on Emergency saat terjadi bencana di suatu tempat dengan aktivitas seperti; dapur MPASI, pengiriman konselor menyusui di tempat pengungsian, soasialisasi pentingnya pemberian ASI bagi tokoh agama, serta menyelenggarakan kelas ayah tentunya dengan setting emergency.

Sosialisasi pemberian ASI bagi tokoh agama bertujuan untuk mengungkap pentingnya menyusui dari sudut pandanga agama dengan berpatokan pada dalil (Alquran dan Sunah) yang selama ini masih kurang diperhatikan oleh pemuka agama. Seperti yang sudah dilakukan kepada ustaz/ustazah di Lombok dengan harapan mereka yang sudah mendapatkan sosialisasi tentang pentingnya ASI dapat meneruskan informasi kepada masyarakat.  "Memang terkesan kurang relevan dengan konteks bencananya, namun ini dianggap perlu untuk menguatkan masyarakat yang dalam situasi bencana seringkali dihadapkan pada bantuan berbentuk susu formula yang tidak tepat," imbuh om Hery.

Saat menjelaskan anatomi payudara dan cara ASI diproduksi hingga dikonsumsi bayi | dokpri

Om Hery sendiri mengenal AIMI sejak tahun 2010. Ketika itu mengikuti pelatihan konselor menyusui 40 jam standar WHO-UNICEF di Jakarta yang diadakan oleh salah satu NGO. Waktu pelatihan om Hery bertemu dengan salah satu anggota AIMI, sehingga paska pelatihan mulai merintis pendirian AIMI untuk Sumatra Utara. Setelah serangkaian proses perjuangan, akhirnya pada tanggal 20-11-2011 berdirilah AIMI Sumut di Medan dan om Hery sampai saat ini masih aktif terlibat sebagai pengurus dan konselor menyusui.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline