Lihat ke Halaman Asli

Larangan Menyolatkan Jenazah Pendukung Ahok Bukan Sikap Islami

Diperbarui: 16 Maret 2017   16:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh sadis sikap politik yang ditunjukkan oleh kelompok yang tidak menyukai Ahok pada Pilkada DKI Jakarta, jurus yang dimainkan oleh mereka yang mengaku sebagai muslim, justeru cenderung menunjukkan sikap yang tidak Islami, bahkan sangat mencoreng nama baik Islam yang dikenal sebagai agama rahmatan lil alamin.

Beredar spanduk dibeberapa wilayah dekat masjid dan mushola yang menyerukan larangan untuk menyolati jenazah pendukung Ahok di tempat tersebut. Tentunya himbauan seperti ini sudah sangat ngawur dan keluar dari kepantasan moral sebagai sikap orang yang beragama.

Malah Islam sudah sangat jelas mengatakan, menyolati jenazah seorang muslim hukumnya fardhu kifayah. Hal itu terkait perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam beberapa hadits yang telah menjelaskan terkait hal itu.

Menurut riwayat menyebutkan, terdapat dua jenazah yang tidak wajib dishalati. Pertama, anak kecil yang belum baligh, karena Nabi tidak menyolati putra beliau yang bernama Ibrahim ketika wafatnya sebagaimana diberitakan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha: “Ibrahin putra Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal dunia dalam usia 18 bulan, belaiu tidak menyolatinya”.

Kedua, orang yang gugur fi sabilillah (meninggal dalam keadaan syahid), karena Nabi juga tidak menyolati syuhada perang Uhud dan selain mereka. Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu mengabarkan: “Syuhada perang Uhud tidak dimandikan, dan mereka dimakamkan dengan darah-darah mereka, juga tidak disholati kecuali jenazah Hamzah”.

Kedua golongan tersebut, kalaupun hendak disholati maka tidak menjadi masalah bahkan hal ini disyariatkan. Namun pensyariatannya tidaklah wajib. Lalu mengapa disyariatkan? Karena menurut riwayat, Nabi pernah pula mensholati jenazah anak kecil dari kalangan Anshar, dan jenazah seorang A’rabi (Badui) yang gugur di medan jihad.

Tentunya seruan yang ditulis dalam berbagai spanduk dekat Masjid dan Mushola dibeberapa wilayah Ibu Kota merupakan himbauan yang menyesatkan dan menodai semangat kasih sayang yang dianjurkan dalam agama. Bahkan telah menjebak agama masuk dalam pusaran politik kepentingan demi keuntungan segelintir orang.

Menteri agama, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), secara tegas sudah menyampaikan terkait hal itu. Bahwa siapapun yang meninggal dalam keadaan Islam, jenazah mereka harus disholati sebagai mana mestinya sesuai dengan aturan yang telah digariskan oleh agama Islam.

Sebagai imbas dari himbauan tersebut, menurut berita yang beredar, jenazah Ibu Hindun tidak disholatkan di masjid tempat ia tinggal. Menurut pengakuan keluarga almarhumah, penolakan dilakukan karena Ibu Hindun adalah salah satu warga DKI Jakarta yang memilih pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat saat Pilgub DKI Jakarta 15 Februari lalu. Sedangkan di wilayah tersebut, kabarnya sang ustadz adalah pendukung calon lain.

Semoga kejadian seperti ini tidak terulang lagi ditempat lain, masyarakat tidak boleh terjebak dalam himbauan yang menyesatkan seperti itu. Sebagai orang yang beragama, sudah jelas bagi kita untuk merujuk pada ketentuan yang diatur oleh Kementerian Agama dalam menjalankan prinsip-prinsip agama di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai bersama.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline