Lihat ke Halaman Asli

Asmiati Malik

Political Economic Analist

Menimbang Kembali Rencana Pemerintah untuk Impor Dosen

Diperbarui: 22 April 2018   19:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto: stu.hyksu.edu

Pemerintah lewat Kemenristekdikti sudah menganggarkan dana Rp 300 miliar untuk dosen asing yang akan masuk di Indonesia. Dari dana itu rata-rata kisaran gajinya mencapai US$ 4000 atau setara dengan Rp 55,5 juta. Dari wacana ini muncul perdebatan yang dikalangan dosen nasional sendiri, ada yang mendukung ada yang juga yang miris milihatnya.

Untuk sejenak, mari kita milihat permasahalan ini secara berimbang:

Pertama adalah, suka tidak suka, kita sangat membutuhkan transfer pengetahuan dari para pakar dan peneliti yang ahli di bidang teknologi terapan.

Coba lihat fakta yang ada di lapangan, betapa terbelakangnya kita di bidang pembangunan teknologi, bahkan hampir di semua bidang.

Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan universitas untuk membentuk generasi dengan prinsip entrepreneur, sehingga ketika mereka lulus yang menjadi tujuan utama adalah mencari pekerjaan, di manapun dan apapun pekerjaan tersebut meski tidak sesuai bidangnya.

Liatlah banyaknya lulusan atau sarjana teknik yang beralih jadi ekonom, berkerja di bank atau sektor manajemen. Jelas, tidak sesuai dengan bidang ilmunya.

Faktor lain yang menyebabkan hal tersebut adalah kurangnya lapangan perkerjaan yang mendukung terapan ilmu mereka. Sehingga, mau tidak mau, mereka tidak memiliki pilihan harus bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan passion atau minat mereka.

Apatah lagi kalau sudah memasuki yang berkaitan dengan birokrasi, maka kemungkinan mereka sudah memasuki comfort zone atau istilah pasarannya: "Hidup gue udah kayak gini, mau apa lagi".

Sistem kepangkatan dan senioritas di lembaga pemerintahan juga menyebabkan banyak lulusan dari universitas top --bahkan banyak yang lulusan S3 ketika memasuki dunia kerja-- tidak bisa menerapkan ilmunya.

Hal itu disebabkan karena inovasi dalam birokrasi Indonesia susah dan ribet. Dalam artian, kalaupun Anda melalukan terobosan, tidak akan sesuai dengan usaha dan imbalan atau penghargaan yang didapat.

Hal kedua yang harus dipertimbangkan adalah kesejahtraan dosen dalam negeri itu sendiri. Kesejahteraan ini harus mencakup rasa keadilan dan keterlepasan dari tekanan kerja yang tidak berimbang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline