Lihat ke Halaman Asli

Anas, Demokrat, dan Pemilu 2014 (Bagian Kedua dari Dua Tulisan)

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anas, Demokrat, dan Pemilu 2014
(Bagian Kedua dari Dua Tulisan)

( Di muat di JURNAL NASIONAL,Jumat 23 Juli, 2010)

DI tengah transisi demokrasi, Demokrat mampu menghadirkan diri sebagai partai tengah baru yang demokratis. Demokrat seolah menjadi alternatif bagi rakyat ketika partai-partai lama tak memberi banyak harapan. Sementara partai-partai baru lebih berorientasi meraih kekuasaan daripada menjalankan fungsi-fungsi partai politik. Partai Demokrat tentu harus terus-menerus melakukan evaluasi internal untuk menilai rekam jejak selama ini. Reorientasi merupakan langkah strategis dalam mengukuhkan diri menjadi partai paling kredibel dan dipercaya rakyat.

Tiga Penguatan

Setidaknya, terdapat tiga langkah penguatan dalam kerangka reorientasi dan penguatan partai. Pertama, penguatan pelembagaan partai. Partai modern adalah partai secara kelembagaan kuat dan tak bergantung pada karisma pemimpin. Perkembangan Partai Demokrat yang selama ini sangat bergantung pada figur SBY, mesti digantikan oleh tampilnya Demokrat sebagai partai kokoh dan solid secara institusional. Penguatan kelembagaan menjadi prasyarat mutlak bagi Partai Demokrat untuk terus tampil dalam politik kepartaian Indonesia. Bila platform dan ideologi merupakan jiwa partai, manajemen keorganisasian yang baik menjadi tenaga penggerak sebuah partai.

Kedua, penguatan budaya politik kenegarawanan. Budaya politik ini setidaknya dapat dirumuskan dalam etika politik bersih, santun, akuntabel, dan demokratis. Selain program partai, para pemilih tentu akan melihat para elite partai dalam menentukan pilihan. Bagi partai, budaya politik konstruktif yang dikembangkan menjadi “daya jual” tersendiri menarik pemilih lebih besar.

Dalam tingkat tertentu, Partai Demokrat dapat mengembangkan budaya politik kenegarawanan itu. Selayaknya, budaya politik itu tak hanya melekat pada figur-figur tertentu seperti SBY. Namun, terinstitusionalisasikan pada aturan main di dalam partai dan dalam perilaku politik semua elite. Ketiga, penguatan kaderisasi. Partai yang kuat dan mapan adalah partai ditopang kaderisasi kontinu dan berstruktur. Selama ini, elite pemimpin Partai Demokrat lebih banyak diisi para politisi kawakan. Menggantungkan kejayaan pada segelintir elite senior adalah “harakiri” secara pelan-pelan. Regenerasi melalui kaderisasi yang baik dan berkelanjutan menjadi keniscayaan.

Menjelang 2014

Dalam jangka pendek, Partai Demokrat akan menghadapi Pemilu 2014. Target 30 persen seperti yang kerap diutarakan merupakan api semangat para kader partai bekerja bersama membesarkan partai. Demi menyukseskan jalan mencapai tujuan itu, sejumlah langkah penting harus menjadi panduan bersama para pengurus maupun kader Partai Demokrat. Pertama, mengurangi seminimal mungkin konflik internal. Partai yang sibuk mengurusi pertentangan dan konflik di dalam diri tentu akan sulit tumbuh besar. Sejarah membuktikan partai besar adalah partai yang keorganisasian internal solid dan kompak.

Untuk itu, konsolidasi internal harus terus-menerus untuk menjaga kekompakan, kesolidan, dan mengingatkan para anggota pengurus partai tetap berada di atas rel dan garis perjuangan partai. Perpecahan bukan saja mengerdilkan partai, juga melahirkan skeptisisme publik. Partai yang bermasalah dalam tubuhnya tentu tak bisa diharapkan memperjuangkan aspirasi pemilih. Kedua, konsisten dengan mazhab sebagai “partai tengah”. Partai Demokrat adalah partai berhaluan merangkul semua golongan disimbolkan dengan semboyan nasionalis-religius. Karakter ini memberi peluang bagi Demokrat menjadi besar seperti sekarang ini.

Sebagaimana hukum “kurva lonceng”, berdiri di tengah adalah strategi paling ampuh meraup dukungan besar masyarakat. Bersikap ekstrem tentu akan menghalangi Demokrat menjadi partai besar. Kesadaran ini mestilah terus dipertahankan segenap pengurus partai. Ketiga, menegaskan sifat fungsional. Dalam hal ini, para pengurus Partai Demokrat harus dapat menjaga ritme internal partai, hingga aktivitas-aktivitas selalu diorientasikan pada keberlangsungan fungsi partai. Partai Demokrat tak boleh menjadi partai “autis” yang hanya sibuk dengan urusan pragmatis internal meraih kekuasaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline