Lihat ke Halaman Asli

Asmari Rahman

TERVERIFIKASI

Lahir di Bagansiapi-api 8 Okt 1961

Nasib Sandera

Diperbarui: 1 April 2016   16:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kapal Brahma 12 sumber Photo Facebook Peter Tonsen Barahama"][/caption]Sebuah Kapal Tug Boat berbendera Indonesia disandera oleh kelompok Abu Sayaf di Philipin, dikapal itu ada 10 orang crew yang kesemuanya warga negara Indonesia, keadaan mereka hari ini masih dalam keadaan baik, sehat wal afiat, tapi nasibnya dikemudian hari belum bisa dipastikan, karena kelompok Abu Sayyaf yang menyandera mereka meminta tebusan sejumlah 50 Juta peso atau setara dengan 14,2 milyar rupiah.

Pembebasan para sandera ini memang merupakan sesuatu yang rumit, pemerintah kita nampaknya bekerja dengan ekstra hati-hati, karena nyawa warganya sekarang berada dalam genggaman para milisi Abu Sayaf yang memberontak dinegaranya.  Pemberontak yang menuntut kemerdekaan bagi bangsa Moro di Filiphina Selatan

Tentara Filiphina sendiri sudah bertahun-tahun berusaha menumpas kelompok ini, melakukan berbagai serangan dan penumpasan untuk melenyapkan mereka, tapi nyatanya kelompok ini masih tetap eksis sampai hari ini. Bahkan menurut informasi,  keberadaan mereka semakin kuat dan sangat dicintai oleh masyarakat Mindanao. Mereka menjadi pelindung sekaligus menjadi pahlawan bagi masyarakat miskin dinegeri itu.

Sampai hari ini para penyandera masih bersikap santun dan tidak brutal, memperlakukan para awak kapal yang mereka sandera sebagai mana mestinya. Tapi mengingat tuntutannya yang sedemikain besar dan sulit dipenuhi itu membuat kita menjadi cemas juga. Besarnya nilai yang mereka minta adalah sesuatu yang tidak masuk akal, dan jika tebusan tidak terpenuhi apakah ada jaminan mereka akan berlaku santun terhadap crew kapal kita yang mereka sandera.

Bagi Indonesia, memenuhi permintaan tebusan para sandera itu juga bukan sesuatu yang mudah, bukan hanya soal jumlahnya, tetapi juga soal harga diri sebagai sebuah negara yang berdaulat. Kita tentunya tidak mau tunduk pihak lain, bendera harus dikibarkan, warga Indonesia harus dibebaskan. Kita tidak ingin ada kesan bahwa kita bisa didikte oleh bangsa lain, apalagi oleh kelompok kecil yang menjadi pemberontak dinegaranya.

Tapi kembali lagi, bahwa saat ini situasinya sedemikian rumit, sepuluh nyawa warga negara Indonesia berada dimulut senjata kaum milisi, apakah kita akan merelakan nyawa mereka demi harga diri bangsa, atau sebaliknya kita menyerah demi keselamatan nyawa mereka.

Pilihan yang paling teat tentulah menyelamatkan nyawa warga dan mempertahankan harga diri bangsa. Sesulit apapun situasinya, kedua hal itu tetap harus kita perjuangkan, dan oleh karenanyalah bergaung tuntutan agar kita bersikap arif,  dan pilihan yang paling memungkinkan adalah berjuang lewat jalur diplomasi. Disinilah ketangguhan para diplomat kita diuji dan dipertaruhkan.

Tenggat waktu yang diberikan penyandera itu masih ada seminggu lagi ( s/d 8 Maret )  waktu yang singkat untuk sebuah urusan rumit, semoga saja para diplomat kita bisa menyelesaikannya sebelum akhirnya tentara memutuskan untuk melakukan operasi militer. Jika upaya diplomasi menemui jalan buntu dan operasi militer yang menjadi pilihan, maka kitapun menunggu dengan harap-harap cemas, akan nasib sepuluh crew kapal yang saat ini sedang berada diujung laras mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline