Lihat ke Halaman Asli

Asmari Rahman

TERVERIFIKASI

Lahir di Bagansiapi-api 8 Okt 1961

Kembalilah Kepada KUHAP

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menerima gugatan Praperadilan Budi Gunawan itu disambut gembira oleh para tersangka korupsi, mereka seolah mendapat asupan gizi dan kekuatan baru untuk melawan langkah KPK dalam memberantas tindak pidana korupsi.

Suryadharma Ali misalnya telah mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka korupsi dana haji kepengadilan, meskipun pada akhirnya nanti tergantung pada keputusan hakim pengadilan, namun setidak-tidaknya para koruptor yang jadi tersangka masih berpeluang bebas lewat praperadilan.

Mantan Menteri Agama era pemerintahan SBY itu hanyalah salah satu dari tersangka korupsi yang memanfaatkan kesempatan ini, salah satunya adalah Mukti Ali, tersangka kasus korupsi di Banyumas Jawa Tengah yang kini sedang menuntut balik kepolisian yang menetapkannya sebagai tersangka dengan menempuh praperadilan.

Tidak tertutup pula kemungkinan akan ada lagi tersangka lain yang akan mengikuti langkahn kedua tersangka tersebut, dan selentingan kabar angin ada sederetan nama tersangka yang kini tengah bersiap-siap untuk mengajukan praperadilan.

Akibat dari kesemuanya ini tentu pengadilan kita akan disesaki oleh kesibukan baru yakni menyidangkan gugatan praperadilan yang diajukan oleh tersangka, utamanya tersangka yang memiliki banyak uang dan mampu menyewa sederetan pengacara ternama, dan dengan sendirinya pula akan menambah panjang waktu proses penindakan terhadap seorang tersangka.

Hal seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi, jika permohonan praperadilan yang diajukan oleh Budi Gunawan ditolak oleh Pengadilan, karena menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP penetapan tersangka bukanlah objek dari praperadilan. Namun Hakim pengadilan Negeri Jakarta Selatan berkata lain, gugatan praperadilan atas penetapan tersangka diterima dan disidangkan, sehingga keputusan tersebut menjadi yurisprudensi.

Boleh jadi keputusan hakim tersebut menjadi terobosan baru dalam sistem hukum kita, sesuatu yang sebelumnya tidak  diatur kini sudah ada acuan hukumnya untuk dilaksanakan. Namun anehnya ketika KPK mengajukan Kasasi atas putusan dimaksud pengadilan serta merta menolak dengan alasan tidak dibenarkan oleh KUHAP. Untuk menerima gugatan KUHAP diabaikan, sementara dalam upaya KASASI yang diajukan KPK, KUHAP dikedepankan.

Jika praperadilan atas penetapan tersangka bisa diterima sebagai terobosan hukum, maka upaya Kasasi yang diajukan KPK juga harus dapat diterima dengan dalih yang sama. Tapi yang terjadi tidak demikian pengadilan menolak kasasi yang diajukan oleh KPK.

Bagi KPK sendiri tidak ada jalan lain, kecuali menempuh upaya hukum luar biasa dengan mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, dan sebagai beteng terakhir dari penegakan hukum negeri ini kita berharap MA dapat bersikap tegas dan memberikan kepastian hukum dengan mengembalikannya kepada tatan dan aturan hukum yang sudah baku, maksudnya kembali kepada KUHAP yang tidak memberi ruang untuk menggugat penetapan tersangka lewat praperadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline