Lihat ke Halaman Asli

Autisme dan Autistik

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12952733771980399141

Autisme bagi sebagian besar masyarakat kita dianggap sesuatu yang memalukan atau aib dari sebuah keluarga, hal ini tentunya tidak bisa serta masyarakat harus dipersalahkan, minimnya informasi tentang autisme membuat masyarakat kita menyamaratakan anak sebagai penderita autis termasuk anak yang normal sekalipun. Autisme adalah ganguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak dan umumnya gejala autisme muncul sebelum anak berusia tiga tahun Autisme juga dapat diartikan suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Pada dasarnya autisme bukanlah sebuah penyakit penyakit jadi jangan disebut penderita atau penyandang karena memang disandang seumur hidup. Bedanya dengan penyakit adalah kalau penyakit ada virusnya, ada kumannya, ada jamurnya. Sedangkan autisme tidak ada. Jadi tidak ada obatnya juga. Autisme dapat dikatakan juga sebagai “mind blind” yaitu, kerusakan sebuah bawaan teori - modul- pikiran, yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang untuk memahami keadaan mental orang lain.

Ada kesepakatan luas bahwa autisme setidaknya melibatkan semacam pikiran-kebutaan. Artinya, umumnya disepakati bahwa subyek autis mengalami kesulitan yang cukup besar dalam menghargai kondisi mental orang terdokumentasi dengan baik dalam kesulitan mereka dengan tugas-kepercayaan palsu, misalnya mengakibatkan gangguan interaksi sosial dan keterampilan komunikasi yang buruk.

Untuk orang normal, ketika melihat wajah, mereka menggunakan bagian otak yang disebut fusiform gyrus, yakni semacam perangkat lunak sangat canggih dalam otak yang memungkinkan kita mendeteksi perbedaan diantara ribuan wajah yang kita kenal. Sedangkan, ketika orang normal melihat sebuah benda biasa (contohnya misalkan kursi), mereka menggunakan bagian otak yang sangat berbeda yang memiliki kemampuan jauh lebih rendah yaitu inferior temporal gyrus, yang biasanya memang dicadangkan untuk benda-benda biasa.

Dengan kata lain, untuk seorang penderiat autisme, wajah adalah sebatas sebuah benda biasa. Hal ini mempunyai implikasi dalam kehidupan sehari-hari seperti berikut: ia tidak malu berganti pakaian di depan siapa pun dan tidak tertarik sama sekali dengan apa yang orang lain rasakan dan perhatikan padanya. Lalu, bagaimana cara orang autis berkomunikasi dengan orang lain? Ia hanya memusatkan perhatiannya pada kata-kata yang orang lain ucapkan. Ia tidak peduli bahwa orang lain itu sedang dalam keadaan marah, kesal ataupun sedih.

Lalu bagaimana dengan autistik, autistik secara harfiah diartikan terganggunya seseorang jika berhubungan dengan orang lain. Autistik ternyata tidak hanya mereka yang memang mengalami ganguan perkembangan tetapi lebih dari itu mereka-mereka yang mengangap dirinya normal sering kali menderita autistik dengan tanpa disadarinya.

Sejenak coba kita lihat sekitar kita yang mengaku dirinya jauh lebih normal, masyarakat kita cenderung autistik dalam berbagai hal, perasaan tergangu jika orang lain berhubungan dengan lainnya yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan individu tersebut bahkan perasaannya semakin tergangu ketika individu membuat ”larangan” terhadap individu lainnya untuk saling berkomunikasi dan berhubungan secara sosial. Ataukah jangan - jangan kita yang mengangap diri sebagai normal jauh lebih autistik dari yang autis.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline