Lihat ke Halaman Asli

Keamanan Apa Preman?

Diperbarui: 8 September 2015   21:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adakah yang berani menjamin keamanan di tanah air Indonesia? Jika ada, tolong tindakan nyata langsung dari aparat keamanan Indonesia. Namun, kenyataannya banyak sekali jasa keamanan ilegal dari swasta.

Lantas, apa gunanya POLRI dibentuk, jika sebagian warga meminta perlindungan kepada pihak lain, selain POLRI. Kalau sudah begitu, itu artinya pihak keamanan resmi dari negara tidak dianggap ada. Kalaupun dianggap, hanya sebagai pelengkap suatu pemerintahan, namun tak digunakan tugasnya.

Mungkin sebagian kita yang sering melintas di jalan raya, sudah tak asing lagi melihat “posko-posko” yang berkedok keamanan. Terutama jalan lintas Sumatera Utara. Hampir di setiap daerah, ada “posko-posko” yang bercokol di daerah sepi di jalan lintas.

Suardi, salah satu sopir menerangkan dari pesan, “
Dia (Pemungli) gak di kota, tapi di desa Kongsi Enam , Desa Samporik, Damuli, dan Gunting Saga, Aek Kanopan , Labura. Itulah jalan yang paling rawan dan di takuti sopir lintas.”

Mereka menamakan dirinya keamanan bagi sopir truck, sopir pick-up, dan sopir-sopir yang kerap berlalu-lalang di jalan raya yang membawa barang. Organisasi yang terindikasi penyalahgunaan keamanan, seperti: Scorpio, ADS, WSR, RM DIKA, KR, HRP, Sinar Toba, yang sudah tak asing lagi kita lihat logo mereka di truk atau kendaraan angkutan barang lainnya.

Pertanyaannya adalah apakah organisasi tersebut resmi? Dan jika tidak resmi, kenapa pula terus berlanjut sampai saat ini?

Pada zaman Sutanto menjabat sebagai Kapolri, premanisme dan perjudian ditutup sampai ke akar-akarnya. Pungutan-pungutan liar yang meresahkan para sopir truk di jalan pun, sudah tidak ada lagi. Dan seiring pergantian Kapolri, pungutan liar pun kembali beraksi.

Nah, dengan begitu jelas sudah, organisasi yang berkedok keamanan itu “semi resmi”. Bisa dibuka kapan saja, dan bisa ditutup kapan saja. Tergantung, mereka berani beroperasi atau tidak, berani melawan pihak keamanan yang tegas atau tidak?

Dan sekarang operasi mereka sangat meresahkan bagi sopir. Kalau dipikir-pikir berapalah gaji seorang sopir? Jika setiap tripnya harus diperas lagi oleh pihak “keamanan yang tak membuat nyaman” itu.

Jasa seorang sopir, juga untuk pergerakan perekonomian negara, jadi tak bisa kita abaikan begitu saja. Atas jasa beliaulah barang-barang pokok, dan lainnya diantar dari berbagai pulau, atau lintas kota. Coba bayangkan? Jika para sopir sudah tak mau lagi mengemudi, apakah kita harus membeli langsung barang di tempat produksinya?

Dan tentu pula kita heran, bukan? Jika mereka selama ini sudah beroperasi, apakah Polsek dan Polres setempat tidak tahu tindak-tanduk mereka? Atau jangan-jangan memang ada iuran juga mengalir ke kantor kepolisian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline