Debat publik ketiga pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara yang berlangsung pada Selasa ( 19/6/2018 ) mengangkat tema: Penegakan Hukum dan Hak Azasi Manusia ( HAM ).
Di awal sesi debat, Cagubsu nomor urut 1 Edy Rahmadyadi menyampaikan bahwa hukum haruslah berjalan tegak, yang dasarnya dari Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Edy juga menambahkan, tidak boleh ada aparat penegak hukum yang berpihak pada suatu kelompok atau golongan. Sementara Cagubsu nomor urut dua Djarot Saiful Hidayat mengatakan demi tegaknya hukum dan tercapianya HAM, pihaknya telah menyiapkan kartu sumut sehat, kartu sumut pintar, dan kartu sumut keluarga sejahtera.
Pernyataan Djarot itu ditanggapi Edy dengan mengatakan Djarot jangan banyak ulok, "Saya pikir tadi mau keluarin Kartu Hukum" celetuk Edy, disambut gelak tawa penonton yang menghadiri debat di Hotel Santika Dyandra, Medan.
Banyak Ulok, adalah istilah yang biasa digunakan Anak Medan untuk mengungkapkan orang yang banyak bercerita bohong. Pun, sebenarnya kartu-kartu yang disampaikan Djarot itu bukanlah produk baru, itu hanyalah melanjutkan program-program nasional sejenis yang telah ada sejak kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Seperti halnya ketika Djarot mengatakan akan menerapkan sistem berbasis elektronik dalam setiap pelayanan publik di Sumut, ini pun bukan produk baru, program berbasis elektronik sudah diterapkan Pemerintah Provinsi Sumatera sejak era kepemimpinan Tengku Ery Nuradi, Djarot hanya menjiplak dan klaim saja.
Selanjutnya, dalam satu sesi menyoal reformasi agraria, Djarot-Sihar yang selalu tendensius menyerang paslon nomor 1 dalam setiap pertanyaan dan pernyataannya, coba menyerang pak Edy dengan menghadirkan Open Manurung dan mengungkit kembali kasus lahan ramunia.
Dengan tenang Edy Rahmayadi menanggapi pernyataan Djarot, "Jangan Sok tahu, Ramunia itu lahan negara, milik Kodam. Waktu itu saya yang bertanggung jawab atas lahan ramunia, jika ingin tanah ramunia, urus pada negara." Jelas Edy yang disambut tepuk tangan penonton.
Berbeda dengan Djoss, Eramas selalu mencoba tampil santun tanpa menyinggung secara frontal kasus-kasus hukum yang menjerat Djarot-Sihar. Padahal, bisa saja Eramas 'menembak' langsung kasus register 40 dan reklamasi teluk jakarta. Eramas baru mulai menyinggung soal register 40, ketika Djoss mulai sering menggiring opini Cawagub Musa Rajekshah tersangka KPK, padahal jelas sekali Musa Rajekshah tidak pernah ditetapkan KPK sebagai tersangka.
"Barangkali pak Djarot belum lama di Sumut, jadi tidak tahu persoalan sebenarnya, KTP juga baru punya kan ?" balas Ijeck.
Dalam satu sesi ada pernyataan bagaimana langkah konkret dalam memastikan perlindungan dan pemberdayaan kehidupan nelayan. Dengen percaya dirinya Djarot menyatakan akan menyiapkan asuransi untuk nelayan. Jika sebelumnya, Djarot membawa-bawa mantan Gubsu Gatot Pujo Nugroho yang tersandung kasus korupsi untuk menyerang tak tentu arah lawan politiknya, dalam sesi ini Djarot malah mengklaim program asuransi nelayan yang telah ada sejak era Gatot sebagai programnya.
Pada pertanyaan soal human trafficking dan pemberantasan narkoba juga, Musa Rajekshah alias Ijeck, Cawagubsu nomor urut 1 ini lebih memahami masalah. Memang bang Ijeck dikenal aktif dalam kegiatan sosial, Ijeck pernah memulangkan korban human trafficking asal kediri. Soal pemberantasan narkoba, Ijeck sebagai Ketua Paling Merah Indonesia ( PMI ) Kota Medan juga dikenal sangat anti pada Narkoba. Ijeck juga mendapat penghargaan tokoh masyarakat anti narkoba.