Lihat ke Halaman Asli

Abdus Saleh Radai

Dakwah Nusantara

Sejarah Berdirinya Pondok PETA (Pesulukan Thoriqoh Agung) Tulungagung

Diperbarui: 17 Mei 2022   15:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Logo Pondok PETA Tulungagung/Dok. Pondok PETA

Jakarta, Kompasiana
Sejarah berdirinya "Al Ma'had As Suluuk Ath Thoriqot Al Kubro" -- Pondok Pesulukan Thoriqot Agung atau Pondok PETA berawal dari kiprah Asy Syekh Al Quthub Mustaqim bin Kiai Muhammad Husein. Beliau lahir tahun 1901 Masehi (1319 H.) di Desa Kepatihan, Tulungagung, dari rahim seorang perempuan sholihah bernama Mbah Nyai Mursini asal Desa Kedungwaru, Tulungagung.

Ketika Syekh Mustaqim berusia 12 tahun, oleh ayahandanya Mbah Kiai Husein, dikirim untuk belajar agama kepada Mbah Kiai Zarkasyi di Kauman, Tulungagung. Ketika itu, Mbah Kiai Zarkasyi termasuk salah seorang ulama Tulungagung yang sering silaturrahim dengan Pendiri Nadhlatul Ulama (NU) Hadlratus Syekh Muhammad Hasyim Asy'ari, Tebuireng, Jombang.

Dibawah asuhan Mbah Kiai Zarkasyi, Syekh Mustaqim remaja belajar Al-Qur'an, Hadits, Fiqih, Akhlak, Tauhid dan ilmu-ilmu lainnya. Syekh Mustaqim juga khidmat atau ngawulo kepada keluarga Mbah Kiai Zarkasyi. Beliau merawat kebersihan musholla seperti menyapu, mengepel dan menimba.

Sekitar tahun 1916, di usia 15 tahun, Syekh Mustaqim diantar pamannya, Mbah Kiai Muhammad Sholeh bin Kiai Abdul Djalil berguru ke Malangbong, Garut. Di daerah yang kini masuk wilayah Provinsi Jawa Barat itu, Syekh Mustaqim ditempa pendidikan ilmu rohani oleh Syekh Khudlori bin Mbah Kiai Muhammad Hasan yang masih termasuk pamannya.

Dari Syekh Khudlori, Syekh Mustaqim menerima ijazah dan talqin Thoriqot Qodiriyah wan Naqsyabandiyah dan Thoriqot Naqsyabandiyah. Selain itu, beliau juga menerima ijazah berbagai hizib seperti Hizib Autad (Kafi), Hizib Yamarobil, Hizib Salamah, Hizib Mubarok, Asma' Baladiyah, Asma' Jaljalut, dan lain-lain. Di Malangbong, Syekh Mustaqim juga mempelajari berbagai jurus silat ala Sunda.

Pada tahun 1924, di usia 23 tahun, Mbah Kiai Zarkasyi menikahkan Syekh Mustaqim dengan puteri Mbah Haji Rois yang bernama Mbah Nyai Halimatus Sa'diyah. Setelah berkeluarga, Syekh Mustaqim bersama isteri dan putra-putrinya tinggal di rumah Mbah Kiai Rois yang hingga kini menjadi lokasi Pondok PETA, Kauman, Tulungagung.

Syekh Mustaqim mulai berdakwah dengan cara mengajarkan silat. Saat itu, di masa penjajahan Belanda, memang marak masyarakat yang belajar silat. Perguruan silat banyak berdiri dimana-mana. Pertandingan atau kompetisi olah kanuragan sering digelar. Murid-murid Syekh Mustaqim semakin banyak ketika para pendekar senior takluk dan berguru kepada beliau.

Pada tahun 1930, murid-murid silat itu sering diajak berbincang ihwal ilmu agama. Terutama berkaitan dengan ilmu rohani, ilmu tauhid, dan hal ihwal tentang thoriqot. Beberapa diantaranya diajari Syekh Mustaqim tentang ilmu tasawwuf, tazkiyatul qolb, serta mengamalkan dan berbaiat Thoriqot Naqsyabandiyah dan Thoriqot Qodiriyah wan Naqsyabandiyah.

Dapat dikatakan, pada tahun 1930 itulah merupakan tonggak sejarah berdirinya Pondok PETA yang ketika itu masih disebut sebagai Pondok Kauman. Memang tidak tampak bangunan fisik yang menandakan lazimnya sebuah pondok. Namun, tahun 1933, Syekh Mustaqim mulai melakukan pembinaan rohani secara intensif kepada para murid dengan kegiatan wirid secara berjamaah.

Sebagai seorang guru thoriqot (mursyid), Syekh Mustaqim selalu menekankan kepada murid-muridnya tentang tujuan dan niat untuk taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kalimat "laa maqshuuda illallah, laa ma'buuda illallah, laa maujuuda illallah" (tiada yang dituju selain Allah, tiada yang disembah selain Allah, tiada yang wujud selain Allah) selalu beliau hunjamkan ke kalbu murid-murid beliau.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline