[caption id="attachment_209310" align="alignleft" width="300" caption="Gosip"][/caption]
Latar cerita singkat
Saat cuaca terlihat mendung, sore kemarin kakak datang ke tempatku. Kami berbincang cukup lama. Kami ngobrol berbagai hal, hingga tanpa terasa kami membicarakan tulisan Mbak Mariska Lubis (untuk selanjutnya di singkat Mbak ML), yang membawakan tema seputar gosip, silahkan klik G.Kami sangat memberikan apresiasi dengan tulisan Mbak ML yang dengan tulus menyampaikan sesuatu yang hak. Tulisan yang begitu berani membawa bendera kebenaran, yang mana di masyarakat Kompasiana sendiri masih ada yang tidak menerima. Melalui tulisan yang tidak ringan itu, kami melihat, Mbak ML begitu siap manakala ada pihak yang tidak menyukai dirinya, entah dari orang terdekatnya, terlebih lagi orang-orang yang belum mengenalnya. Semoga niat dan perjuangan Mbak ML dalam upayanya ikut mencerdaskan masyarakat Indonesia, mendapatkan ganjaran dari Tuhan YME, di dunia sekaligus di akherat. Amin….
Semoga, keluarga Kompasianer juga memiliki nurani keindonesiaan, kemanusiaan, sehingga berani melibatkan dirinya dalam "medan" perjuangan ini….
Setelah berbincang-bincang, selepas maghrib, saya di ajak kakak saya, Muhammad Syarif Yahya Al_Husni untuk menemani ke Ramai Mall, Malioboro, untuk membeli hardisk eksternal. Kami menghampiri satu persatu ruko yang ada. Pada saat berbelok melintasi sebuah ruko, duduk seorang gadis berkulit putih di dalamnya, kami tercengang. Kami melihat di etalase ada hardisk dengan merek yang kami cari. Kami pun kemudian mendekati gadis tersebut. Kami menanyakan harga hardiks di etalase. Gadis itu, yang apabila dilihat dari postur tubuhnya, berusia sekitar anak SMA, memberitahukan harganya. Kami terkejut. Karena hardisk yang memiliki merek local saja lebih tinggi, sedangkan yang kami tahu, hardisk ini tergolong lebih mahal, namun di ruko ini justru sebaliknya. Sehingga membuat kami mencoba menyepakatinya. Setelah berunding lama, gadis itu lalu ngobrol dengan seseorang. Dia pun kembali, seraya meminta maaf, atas kesalahan memberikan harga.Mendengar penjelasannya, kami mencoba berbesar hati. Toh, kemudian barang tersebut dihargai yang lebih murah daripada di tempat yang lain. Setelah deal or deal, alias ikhlas bilikhlas, ridho biridho atau dengan ungkapan ekonomi yaitu sepakat, kami lalu pergi seraya menyampaikan doa, dan gadis tersebut mengamini. Begini doa kami saat beranjak, "Semoga dagangannya laris, Mbak." Gadis itu menyahutnya, "Amin…." Setelah jeda beberapa saat, kami melanjutkan, "Dan barang kami awet…." Sahut gadis itu lagi, "Hahaha…." Melihat ketawa gadis itu, kami hanya tersenyum. Dalam kondisi cape, dengan waktu yang semakin malam, gadis itu masih bisa mengeluarkan tawa. Kami merasa bahagia….
Setelah kakak saya mendapatkan barang yang dicarinya, kami lalu berjalan-jalan mencari barang yang lain di dalam mall. Setelah dirasa cukup, kami kemudian keluar menuju kendaraan kami yang diparkiran. Kami tidak langsung pulang. Kami ngobrol-ngobrol terlebih dahulu di luar mall. Di antaranya, kami membicarakan betapa besar kekuasaan Tuhan, dengan begitu banyaknya orang yang mencari nafkah dengan caranya masing-masing, semuanya memenuhi kebutuhan kehidupannya. Obrolan kami sementara terputus, begitu teringat rokok yang kami bawa habis. Lalu, ketika ada penjual rokok melintas, kami pun menhentikannya. Penjual rokok itu kurus, seprti kurang terurus. Rambutnya acak-acakkan, seolah menahan beratnya beban hidup. Saya membeli satu bungkus rokok mild. Harganya dipatok lumayan tinggi dari umumnya. Saya merenung, dengan dagangan yang cukup terbatas, ditambah banyaknya pedagang serupa yang lebih lengkap, menjadikan saya tidak habis piker dengan pemenuhan hidupnya. Tentunya dengan memasok harga yang lumayan tinggi, pedagang tersebut tidaklah salah, karena tidak ada cara lain untuk memenuhi kebutuhannya dengan keterbatasan yang dimiliki. Namun di sisi lain, dia tampak tegar, dengan memaksakan berjualan yang mungkin apabila dibandingkan dengan warga Kompasiana di sini dia jauh sangat-sangat terbatas, namun dia tidak meminta-minta. Melihat pedagang itu, saya sungguh menaruh hormat. Ingin sekali saya mencium tangannya. Namun keinginan itu saya urungkan, karena melihat kondisi dan situasi yang sepertinya tidak memungkinkan, khawatir saya dikira berbuat macam-macam. Cukuplah saya menerima tawarannya, dengan membeli rokok yang dipatok harga jauh lebih tinggi dari harga toko dekat saya berdiri. Saat membeli, lirih bibir saya berdoa, semoga dia diberi rizki yang banyak yang memberikan manfaat kepada dirinya dan orang lain. Saya juga berdoa, semoga saya diberi kemampuan dan kekuatan lahir batin, agar saya bisa membantu banyak dengan tidak kurang apapun….
Selepas pedagang itu pergi, saya kembali teringat dengan percakapan antara diri saya dengan saya kakak sebelum berangkat mengenai masalah gosip. Tulisan Mbak ML kembali hadir dalam pikiran. Saya juga teringat tulisan kakak saya yang membawa tema serupa, silahkan klik G. Hingga sepanjang jalanan pulang, saya mengamati beragamnya perjuangan rakyat kecil. Dalam hati saya berkata akan betapa kejinya para gosiper (pelaku gosip) yang menyihir masyarakat menjadi kurang peka dengan sosialnya. Berangkat dari sini, terangkat nurani saya, rasa kemanusiaan saya, untuk mengajak agar menghentikan semua ragam gosip. Sedikit saya jelaskan terkait dengan gosip, dan berharap dari kawan-kawan ada yang berkenan memperluasnya lagi:
Gosip?
Gosip adalah memberitakan —baik melalui lisan maupun media masa— hak privasi seseorang, aib seseorang. Tidak peduli dia seorang pejabat maupun public figure, karena bagaimana mereka adalah manusia yang wajib dijaga dan dihormati sisi kemanusiaannya. Tidak ada alasan untuk tidak memanusiakan mereka.
Perbedaan gosip dengan pembelaan hak
Sebagaimana yang telah dijelaskan sedikit di atas, bahwasanya gosip lebih kepada yang bersifat intervensif atas privasi dan aib seseorang. Sedangkan pembelaan hak, yaitu meminta pertanggungjawaban ataupun permintaan transparansi terhadap orang/lembaga yang berkaitan dengan hak dirinya, misalnya, rakyat terhadap penguasa. Seseorang yang didzolimi oleh orang lain. Sehingga, dalam pembelaan hak, bukanlah melihat pribadi orang yang mendzolimi melainkan kebijakan atau perilaku kedzolimannya. Sebagai contoh, pertama, yaitu permintaan rakyat terhadap mantan presiden Soeharto. Meskipun Soeharto telah meninggal, namun rakyak berhak mengusut dan memaksa pemerintah yang sekarang untuk melakukan penyelidikan. Kedua, kasus Century yang telah merugikan keuangan Negara (baca: keuangan rakyat), sehingga rakyat boleh mendesak SBY sebagai presiden agar bertanggungjawab secepatnya menuntaskan dan menghukum orang-orang yang terkait dengan kasus tersebut. Ketiga, kasus Lapindo, yang telah menggulirkan duit rakyat untuk "menalangi" Lapindo. Keempat, dan lain-lain.
Singkatnya, seorang yang didzolimi berhak menuntut orang yang telah mendzolimi. Bagi orang yang diberi kewenangan dalam pembelaan hak orang tersebut, juga wajib membantunya.
Gosiper dan jurnalis infotainmen?
Gosiper
Gosiper adalah pelaku/lembaga gosip. Yaitu, seseorang/lembaga yang membuka dan/atau menyebarkan privasi seseorang, aib seseorang. Tidak ada alasan secara keji mencari nafkah dengan cara membuka, memberitakan/menyebarkan privasi, aib seseorang. Pelaku/lembaga yang demikian, maka ia telah mencari muka/ mencari nafkah dengan "membunuh" orang lain. Pelaku/lembaga yang demikian sudah seharusnya dikecam, karena dia termasuk tidak memiliki rasa kemanusiaan. Pelaku adalah seorang yang bajingan dan bangsat!!!!
Infotainmen?
Memahami infotainmen secara bahasa, bisa dilihat klik Wikipedia: 1, 2. Istilah infotainmen dari sudutpandang kebahasaan, tidaklah bisa dijadikan sebagai pembenaran secara mutlak atas realitas infotainmen di Indonesia.Ketidakcocokan di sini, karena memang pemahaman mengenai infotainmen secara bahasa itu bagi saya masih bias dan belum memenuhi kategori "alat ukur". Agar lebih mudah untuk mencermati sebuah informasi, apakah itu kategori gosip atau bukan, sebaiknya memahami secara mendalam tentang gosip, untuk selanjutnya dijadikan sebagai analisis pada sebuah informasi yang ada. Di Indonesia sendiri, infotainment lebih didominasi dengan seputar gosip. Dengan demikian, jurnalis infotaimen yang mengangkat gosip, itu bukanlah seorang jurnalis, melainkan "budak pena" yang menghidupi dirinya "merusak" orang lain, yang bisa diibaratkan "seekoranjing yang memakan tulang anjing saudaranya." Sebagai kata-kata terakhir saya, apabila ingin terjun didunia media massa, jadilah seorang jurnalis (pejuang pena) yang membawa misi kemanusiaan, kesejahteraan, kecerdasan untuk orang lain, bukan menjadi budak ….
Ctt. Kata-kata tulis/penulis/penulis, hanya untuk mewakili saja, dari media masa elektronik. Berharap, tidak perlu diributkan apakah media massa cetak maupun elektronik….
Bagi saya, siapapun orangnya adalah bagian dari diri saya, keluarga saya. Saya tidak akan menerima, apabila ada seseorang yang memperlakukan buruk dengan melukai privasi dan menyebarkan aibnya....
_____________________
Salam ikut mencerdaskan bangsa....
Hentikan budak-budak pena....
Salam pejuang pena....
(Pemuda jalanan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H