Lihat ke Halaman Asli

Nisyfu Sa'ban: Bid'ah Vs Sunah, dalam Obrolan Ringan

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_205574" align="aligncenter" width="300" caption="-"][/caption]

Sedikit saya ingin bercerita sekaligus mengajak diskusi tentang polemik Nisyfu Sya'ban. Meskipun kondisi tubuh saya masih terasa cape dan pikiran terasa lumayan letih karena sedari sore tadi menemani keluarga Lawang Ngajeng melaksanakan Nisyfu Sya'ban, tapi saya akan mengusahakan agar hal itu tidak mempengaruhi jalannya obrolan bersama kawan-kawan di sini, di Kompasiana.

Selama dari pagi hingga siang tadi, saya tidak ingat kalau sekarang malam Nisyfu Sya'ban. Padahal, ba'da sholat ba'diah maghrib saya harus menemani keluarga Lawang Ngajeng untuk menghidupkan malam Nisyfu Sya'ban bersama. Alhamdulillah, saat suara gerimis bercanda dengan genteng-genteng sore tadi, banyak teman-teman dari keluarga Lawang Ngajeng mengingatkan. Hp saya berbunyi. Sms banyak sekali yang masuk. Semuanya isinya hampir serupa yaitu, ucapan permohonan saling memaafkan dan mengingatkan Nisyfu Sya'ban. Saya pun tersadar.

Tidak lama kemudian, sore sekitar jam empat, seseorang datang ke tempat saya, menyampaikan kawan-kawan Lawang Ngajeng sudah banyak berkumpul, menunggu saya di sekretariat. Lalu saya pun meluncur berangkat. Benar, ssudah banyak yang kumpul. Setelah saya amati dari semua yang hadir, ternyata masih banyak yang belum datang. Maka saya menanyakan kepada mereka mengenai teman-teman yang belum tiba. Jawabannya banyak yang sedang keluar kota. Namun katanya, ada juga si A yang kebetulan ada, tapi dia sengaja tidak mau datang. Mendengar itu saya pun langsung memahami si A, karena dia memiliki pendapat, merayakan Nisyfu Sya'ban adalah bid'ah yang harus ditinggalkan.

Setelah mendengar si A tidak dapat menghadiri acara ini, saya langsung menelponnya. Saya mengajaknya agar ikut kumpul. Si A menerima ajakan saya. Tidak cukup lama menanti, si A tiba. Kemudian acara sore pun dimulai, dengan membuka obrolan seputar Nisyfu Sya'ban. Melihat ada yang tidak sejalan mengenai hukum merayakan Nisyu Sya'ban, si A diminta membagi-bagi alasannya. Si A terlihat sangat senang diminta. Si A sangat mulia, tidak pelit, saat memberikan secara cuma-cuma pandangannya tentang Nisyfu Sya'ban. Si A, dengan pengetahuan yang dimiliki, sebisa mungkin menjelaskan secara detail seputar Nisyfu Sya'ban. Setelah selesai menyampaikan alasannya, selanjutnya teman saya yang lain, si B, yang memiliki pandangan berbeda dengan si A, ganti mengurai kesunahan Nisyfu Sya'ban. Selesainya kedua teman saya, si A dan si B, menjelaskan seputar Nisyfu Sya'ban, acara dilanjutkan dengan diskusi. Namun dalam diskusinya cukup alot, masing-masing tetap mempertahankan alasannya. Di antara perbedaan yang sangat sulit disamakan dalam kedua pandangan ini adalah mengenai penerimaan hadits tentang Nisyfu Sya'ban. Semakin menjelang maghrib, acaranya semakin ramai. Melihat semaraknya diskusi, saya pun menjadi ikut tercebur dalam polemik Nisyfu Sya'ban. Untuk si B, memang bagi saya tidak lagi dipersoalkan, karena intinya menerima acara ini dilanjutkan. Namun untuk si A, saya harus mencari "cara" agar dia yang juga keluarga Lawang Ngajeng bisa mengikuti hajatan malam pertengahan di bulan Sya'ban ini. Kurang lebihnya pertanyaan saya begini:

"Silaturahmi atau berkumpul apa hukumnya?"

"Membaca ayat Al_Qur'an, apa hukumnya?"

"Membaca sholawat Nabi, apa hukumnya?"

Semua pertanyaan di atas, oleh si A, dijawab tidak ada yang salah. Semuanya adalah ibadah. Setelah mendengar jawaban si A, saya lalu melanjutkan pertanyaannya mengenai lebih baik mana menggelar ibadah seperti di atas dengan menggelar acara musik, dan si A menjawab menggelar acara di atas. Saya menyampaikan pertanyaan terakhir ini, karena di acara-acara biasanya, Lawang Ngajeng menggelar seni yang di antaranya pembacaan puisi dan musik.

Mengetahui jawaban si A, ini menunjukkan acara bisa diselenggarakan. Alhamdulillah, meskipun niat teman-teman mungkin beragam dalam mengikuti acara malam Nisyfu Sya'ban ini, tetapi bisa terselenggara dengan baik. Semua keluarga Lawang Ngajeng yang hadir menikmatinya hingga selesai.

Dalam acaranya, selepas ba'da sholat ba'diyah maghrib membaca surat Yasin bersama diulangi hingga tiga kali disertai dengan doa. Lalu, selepas mendirikan sholat Isya, acara dilanjutkan dengan sembahyang sunat hajat dan sembahyang sunat tasbih, serta ditutup doa. Setelah itu, melantunkan sholawat bersama dengan diiringi musik hingga pukul 10 malam tadi, dan kemudian istirahat….

***

Nah, kini untuk jalannya diskusi dengan kawan-kawan di Komapasiana, silahkan memberikan pendapatnya mengenai acara yang saya gelar tadi, sebagaimana yang telah diterangkan di atas. Tentunya, kawan-kawan juga boleh mengomentari seputar hukum merayakan Nisyfu Sya'ban itu sendiri….

Silahkan....

__________________________________

Terimakasih….

*

Salam toleransi total….

Wahyu NH. Al_Aly

(Pemuda Jalanan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline