Lihat ke Halaman Asli

Istilah Keji "Islam KTP"

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan ini saya persembahkan kepada siapapun yang menyukai toleransi total, dengan berprinsip:

- Lakum dinukum waliadin

(Agamamu untukmu dan agamaku untukku)

- Lakum 'amalukum wa'amaliy linafsiy

(Semua perbuatanmu kamu sendiri yang mempertanggungjawabkannya, dan aku sendiri pula yang bertanggungjawab atas semua perbuatan-perbuatan yang kuperbuat)

__________________________

[caption id="attachment_180118" align="alignleft" width="300" caption="***METAMORFOSIS CINTA***"][/caption]

Sebelumnya saya sudah sering mendengar kata-kata Islam KTP, namun saya acuh saja atau tidak begitu merespon ungkapan ini. Namun ketika tadi menonton acara di SCTV, saya dikejutkan dengan suatu cuplikan sinetron "Islam KTP." Saya kaget begitu melihat statemen di cuplikan tayangan sinetron Islam KTP. Melihat pemahaman Islam KTP dalam cuplikan sinetron itu, saya pun teringat dengan postingan "Islam KTP", tulisan Zuragan Qripix. Bahkan saya juga ikut memberikan komentar di postingan tersebut. Dari sini, sehingga menggugah saya untuk merenungkan pengertian dari Islam KTP. Saya pun kemudian membuat tulisan panjang atas hasil dari analisis saya. Di bawah ini adalah ringkasan dari hasil tulisan panjang dari analisis mengenai problematika dalam istilah Islam KTP. Sehingga untuk menghemat tempat, di bawah ini juga tidak dicantumkan kitab-kitab (buku-buku) yang dijadikan referensi dalam membahas tema tersebut. Silahkan membaca….

***

PENDAHULUAN SINGKAT TANPA PENGANTAR

Islam sebagai agama (dinul Islam), di dalamnya memiliki tiga prinsip penting yaitu Islam, iman, dan ihsan:

1) Islam (pelakunya disebut muslim). Rukun Islam: Syahadatain, sholat, zakat, puasa, haji.

2) Iman (pelakunya disebut mukmin). Iman memiliki posisi yang sangat vital. Karena itulah, sehingga iman menjadi rukun Islam pertama (baca: syahadatain). Sebagaimana dalam sejarah dakwah Rasulullah, iman menjadi prioritas pertama. Beliau di awal syiarnya belum memasukkan syariat, melainkan terlebih dahulu dimasuki keesaan atas Allah Swt, kerasulan beliau, dan seterusnya. Adapun rukun iman ada 6 yaitu: Iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir (khoir wa syar).

3) Ihsan (pelakunya disebut muhsin). Rukun ihsan hanya satu yaitu: seakan-akan melihat Allah, dan kalaupun tidak melihat, maka merasa sedang dilihat oleh Allah Swt.

Ketiga prinsip di atas, adalah kesatuan organisme, atau dengan analogi lain tripod (penopang berkaki tiga) yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya. Sebagai orang Islam, ketiganya harus dijalankan semuanya.

Melalui ketiga di atas, maka kemudian ada peristilahan bagi kalangan yang tidak menerima dan menjalankan keseluruhan, sebagian saja, atau hanya sub-sub yang terkandung di antara ketiga prinsip tersebut, misalnya: kafir, kufur, zindiq, fasik, munafik, dzalim, dan lain-lain.

BAGAIMANA DENGAN ISTILAH ISLAM KTP?

Islam KTP merupakan terdiri dari dua unsur kata yaitu, Islam dan KTP. Untuk pengertian Islam, di atas telah sedikit disinggung. Adapun KTP dalam konteks di sini, apabila ditinjau dari sudut kebahasaan merupakan majas simbolik dari identitas. Sehingga, Islam KTP memiliki pengertian Islam yang hanya sebatas identitasnya saja, atau simbol saja, tanpa diikuti dengan keyakinan (keimanan). Maka, bagi Islam KTP, menjalankan amaliah (syariah) merupakan bagian dari identitas itu sendiri, sehingga melaksanakan ajaran Islam atapun tidak merupakan konsekwensi dari keyakinannya. Dengan demikian, ada dua ciri pada Islam KTP: pertama, dia menjalankan ajaran Islam namun tidak diikuti keyakinan, dan kedua, dia hanya mengaku Islam saja namun terkadang (atau bisa juga, sama sekali) tidak menjalankan ajarannya sekaligus tidak memiliki keyakinan terhadap agama Islam. Dengan demikian, problem Islam KTP adalah pada hati (al-qalb).

Maka, istilah Islam KTP bukanlah hal baru, karena pada dasarnya, sudah ada ungkapan lain yang memiliki maksud sama dengan Islam KTP. Lalu, serupa dengan istilah yang apa? Pertanyaan ini sengaja saya jadikan PR buat pembaca, sehingga terjadi dialog analisis….

VONIS ISLAM KTP

Menta'yin (memvonis) seseorang sebagai Islam KTP, itu memiliki konsekwensi yang tidak ringan. Hal ini karena melihat manusia merupakan makhluk yang multidimensional, paradoksal dan monopluralistik. Kenyataan itulah yang kemudian mempengaruhi keberadaannya, yang tentunya, juga karena faktor nilai yang mungkin menjadi pilihan hidupnya. Dengan demikian, adanya ketidaksempurnaan seseorang dalam menjalankan agamanya, dalam hal ini agama Islam, bisa dikategorikan di antaranya:

1. Kesalahan tanpa disengaja.

Seseorang bisa saja melakukan tindak kekeliruan atau kesalahan yang tidak disengajanya. Ketidaksengajaan itu, merupakan sesuatu yang lazim, yang setiap orang pasti pernah demikian. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan karena ketidaksengajaan, itu menjadikan dirinya tidak berdosa, dan Allah Swt maha tahu akan semuanya. Dengan kata lain, kelupaan tidak menjadikannya sebagai beban (taklif) sehingga divonis dengan suatu hukum. Misalnya:

Qs. Alahzab: 5: "dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu…".

2. Karena Ketidaktahuan (Tanpa Ilmu)

Orang yang belum memiliki ilmu tersebut, atau orang yang sedang dalam ketidaktahuan, ketika dia melakukan suatu kesalahan yang dikarenakan kebodohannya, maka itu tidaklah bisa dijadikan orang tersebut salah. Hal ini karena, ketidaktahuan merupakan salah satu yang menjadikan penghalang seseorang terkena hukum. Kebodohan adalah pencegah (maani') hukum. Juga mengingat, bahwasanya keimanan memiliki ikatan yang erat dengan pengetahuan (ilmu), yang pada sisi lain mengetahui yang diimani merupakan syarat keimanan kepada Alhaq (Allah Swt.). Ini juga pernah terjadi pada sahabat yang terkait dengan ketidaktahuan akan akidah sehingga menjadikannya salah, namun oleh baginda Rasulullah Saw tidak divonisnya, melainkan diajari (diberitahu/dididik) oleh beliau.

3. Karena Ketidakmampuan

Seseorang yang tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan suatu syariat, oleh Allah Swt, tidak dikenai hukum, dan Allah memberikan suatu perintah kepada seseorang, itu sesuai kesanggupannya. Masalah ini, sangat individu sekali, meskipun terkadang juga terjadi secara kolektif. Mereka yang tidak mampu, hukumnya mereka disebut ahlu a'dzar (orang yang sedang memiliki udzur syar'i). Misalnya:

Qs. Almu'minun: 62: "Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya."

Qs. Albaqarah: 286 yang berbunyi: "Allah tidak akan membebani suatu jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya..."

4. Karena Adanya Paksaan

Pemaksaan merupakan salah satu alasan yang menjadikan seseorang ketika melakukan kesalahan tidak dikenai hukum. Misalnya, ada seseorang yang karena terancam dibunuh, kemudian mengucapkan kata-kata yang mengarah kepada kekafiran dirinya, jika selama di dalam hatinya orang tersebut masih istikomah dengan imannya, maka orang itu tidak dikenai hukum. Misalnya:

Qs. An-Nahl: 106 yang menyatakan: "Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah beriman (dia mendapat murka Allah), kecuali bagi orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)."

Ctt: Meskipun ada hal-hal yang memberatkan (masyaqat) semisal beberapa yang ada di atas, namun demikian hukum yang pokok masih tetap ada.

BAHAYA MEMVONIS SESEORANG SEBAGAI ISLAM KTP

Dengan mengetahui, bahwasanya setiap orang memiliki tanggungjawab masing-masing, dengan keberagaman kondisi dan situasinya, sehingga memvonis seseorang dalam keilahiaan, adalah sangat berbahaya. Karena, hal ini bisa menjadikan perselisihan antar saudara, sesama muslim, sesama manusia, dst. Ini juga ditegaskan dalam Alquran dan Alhadits, misalnya:

“Melaknat seorang mukmin sama dengan membunuhnya, dan menuduh seorang mukmin dengan kekafiran adalah sama dengan membunuhnya.” (HR Bukhari).

“Siapa saja yang berkata kepada saudaranya,” Hai Kafir”. Maka akan terkena salah satunya jika yang vonisnya itu benar, dan jika tidak maka akan kembali kepada (orang yang mengucapkan)nya.” (HR Bukari dan Muslim).

“Tidaklah seseorang memvonis orang lain sebagai fasiq atau kafir maka akan kembali kepadanya jika yang divonis tidak demikian.” (HR Bukhari).

_____________________________________

Esei singkat di atas adalah upaya menjembatani kemungkinan adanya polemik yang bisa saja kemudian berujung konflik, karena dilatarbelakangi ketidaktahuan akan sebuah istilah, khususnya istilah Islam KTP. Di sini, diharapkan adanya sumbangsih pembaca dalam menganalisis setiap munculnya istilah-istilah baru, khususnya seperti istilah yang saya bahas di sini.

Di samping itu, tulisan ini juga sebagai usaha mengenalkan perlunya sikap ikhtiat (kehati-hatian) dalam mengambil/menerima suatu istilah atau membuat peristilahan baru.

***

Semoga bermanfaat….

***

Sebagai penutup, saya membuat pertanyaan kepada Anda:

1. Apakah Anda tahu sebelumnya akan istilah dari Islam KTP?

2. Apa Anda tahu, siapa yang pertama kali mengeluarkan istilah Islam KTP? Dan Apakah yang mengeluarkan istilah Islam KTP itu juga mengetahui maksudnya?

3. Apa pendapat Anda dengan sinetron Islam KTP, dikaitkan dengan istilah Islam KTP di atas?

_________________________________________

Salam persaudaraan….

*

Salam perdamaian….

*

Salam cerdas….

*

Salam aktif dan kreatif….

*

Wahyu NH. Al_Aly

(Pemuda Jalanan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline