Lihat ke Halaman Asli

Berpikir Positif atas Perceraian Aa Gym

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menyatu, menjadi satu tidak selalu baik dan berguna. Ada fase, saat engkau menyadari bahwa, berpisah dan dipisahkan menjelma sebagai kebutuhan primer, harus ditempuh demi maslahat yang lebih luas.

Jadi jangan bermuka buruk pada perpisahan, pada perceraian. Dalam mekanisme hidup, cerai atau pisah adalah satu dari dua wajah pola hubungan antar manusia, antar organ bahkan hingga ke tingkat molekul terkecil. Cermati sel-sel kulit yang terus bertumbuh, menua dan mati. Punahnya sel kulit tua dari tubuh induk tempatnya bernaung. Serta merta memberi ruang bagi sel kulit baru yang lebih segar dan sehat.

Atau mungkin ketika anda sakit, harus begitu rela dan mendesak dokter untuk memotong sebentuk bagian di tubuh demi keberlangsungan hidup. Atau dalam periode waktu tertentu harus mencukur rambut yang bertumbuh guna manfaat.

Renungilah, saat embrio membesar jadi bayi, sembilan bulan setelahnya, harus berpisah dengan rahim ibu, mendesak, rentetan kontraksi berpadu. Oleh perih tak berbayang dari si ibu, bayi merah terlahir berdarah. Perih teramat sangat, berganti bahagia berseri, indah sekali.

Sulit menemukan proses dalam detik, menit dan seluruh penggalan waktu tanpa menyertakan mekanisme pisah, sebuah proses perceraian. Dalam hubungan dan interaksi mendalam, ketika satu bagian menggabungkan dirinya dengan bagian lain, maka nantikanlah saat mereka untuk cerai, melepaskan diri satu sama lain.

Berpisah tak mesti identik dengan rugi dan kalah, pisah punya mekanisme penyerapan energinya sendiri-sendiri. Ada pelajaran dan kearifan bertimbun-timbun dari pisah, tentu ini hanya bagi mereka yang ingin belajar; mencerap hikmah dari apapun.

Tak selalu kematangan hidup bertumbuh dan diperoleh dari penyatuan, bergabung atau apapun bentuk yang bernuansa himpun. Ketabahan pun berpeluang hadir dari serpihan, dari saling melepas diri. Diri yang ringkih, butuh pengalaman spiritual tertentu untuk membuatnya jadi matang, jadi lebih tercerahkan.

Mungkin demikian, kala ada kabar singgah di hati, terkait “peristiwa” Aa Gym dan keluarga beliau. Mereka adalah individu otonom, berakhlak mulia, punya hak berbuat. Sungguh sebagai manusia merdeka, mereka lebih mengetahui apa yang terbaik bagi diri dan keluarganya.

Kita dalam hening yang paling syahdu, mencoba berdoa, semoga kebaikan dan Rahmat Allah senantiasa menyertai apapun keputusan dalam hidup Aa Gym dan keluarga, amien..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline