Lihat ke Halaman Asli

Karena babi, pemimpin terancam ?

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hendak dimaknai seperti apa ketika babi yang biasanya berada dalam hutan, tiba-tiba masuk pemukiman penduduk, merusak tanaman warga dan buang air besar di teras rumah warga tiga hari berturut-turut. Siapa yang salah ? Babi atau penduduk yang terlalu jauh merambah hutan sehingga areal gerak babi menyempit. Di sebuah desa di Pulau Buton peristiwa itu terjadi. Namun yang dipersalahkan malah kepala desa, lho kok bisa?

Demikian kesimpulan warga, diam-diam mempertanyakan kapasitas sang Kepala Desa, besar kemungkinan telah gagal mengawasi kampung. Babi masuk merusak tanaman warga dan BAB di teras rumah bukan peristiwa biasa. Itu adalah peringatan atau teguran bahwa ada yang “tak beres” di kampung. Dan yang pertama wajib menjelaskan, yaitu Kepala Desa sebagai pemimpin, diserahi amanah untuk "mengawal" desa dan penduduknya. Duh, seekor babi sanggup membuat warga menggugat kewibawaan pemimpin desa.

Pak Desa pun menurunkan “telik sandi” untuk mencari tahu apa penyebab babi masuk kampung. Usut punya usut terungkap bahwa ada penduduk telah berbuat mesum. Di kampung dengan keteguhan memegang adat dan agama, seorang penduduk berperilaku ‘menyimpang’, pasti ketahuan. Kenapa bisa? Barangkali karena keseimbangan desa yang tadinya stabil menjadi terguncang sehingga terasa pula oleh hewan, atau jangan-jangan Kepala Desa memiliki kemampuan spiritual tertentu yang sanggup menggerakan hewan dan alam sebagai ‘pembantunya’ untuk mengontrol wilayah? Mengapa perilaku tersebut dapat dirasakan oleh babi terlebih dahulu. Sebagai binatang yang sering dianggap perlambang “kehinaan”, itu menjadi sebuah pertanyaan yang tak mudah dijawab.

Bagaimana menakar jejaring kehidupan yang saling berkelindan; manusia, lingkungan sekitar dan hewan. Bagaimana mengikat arti dari kearifan lokal penduduk, sanggup berdiam mengisi lokus kesadaran paling pribadi bahwa pada kasus tertentu cara berpikir linear tidak diperlukan.

Walhasil setelah penduduk yang bersalah mendapat sanksi dan berjanji untuk tidak mengulangi, babi pun tak menyerobot masuk kampung, apalagi sampai buang air besar di teras rumah. Syukurlah peristiwa itu dapat diungkap oleh Kepala Desa beserta jajaran, bila tidak bisa saja legitimasinya sebagai pemimpin dapat berkurang di kalangan warga desa.

Saya tak habis pikir . . .

Sumber foto : google

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline