Lihat ke Halaman Asli

Si Manis Nan Seksi

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang di cari dalam hidup, di udara pergaulan sehari-hari? Mengejar sesuatu lalu dimaknai begitu rupa hingga membekas kesan di jiwa? Manusia bila memperoleh pertanyaan itu, serbaneka jawab diberi. Ada yang menjalani hidup apa adanya tanpa ambisi macam-macam, easy going, mengalir saja. Sebagian memilih keras bekerja, hidup ialah pergiliran target dan tugas yang wajib dibayar tunai, tak boleh berdamai dengan kelengahan, setiap detik yang berdetak adalah kerja dan kerja. Sebagian memutus garis hidup pada pola kombinasi, dimana boleh kita keras seperti batu dalam mewujudkan cita namun izinkan sesekali berdamai dengan diri, bermalas-malas di tepi pantai, bersantai pada waktu tertentu, bercanda. Dan masih banyak lagi...

Apa yang dicari? Lelah berpayah membangun karir dari dasar melesat sampai puncak? Bahwa hidup dinisbatkan pada kompetisi tiada henti. Ada yang mengambil contoh, proses pembuahan sel telur oleh sperma, menurut analisa pembuahan terjadi dari proses persaingan jutaan sperma yang berenang menuju sel telur, jutaan sperma mati dan gagal, hanya ada satu sel sperma yang akan membuahi sel telur.

Peristiwa itu dapat pula ditafsir dengan sudut lain, misalnya sel-sel sperma itu bukan berkompetisi tapi saling bekerja sama, katakanlah ketika menembus dinding sel telur, sel sperma yang mati, sebenarnya tidak mati begitu saja tapi telah merintis satu jalan baru yang mungkin akan diteruskan oleh sel sperma lain di belakangnya. Di kisah lain kita belajar dari tubuh sendiri, bukan iklim bersaing yang menjadi rumus bagi jantung yang memompa, ginjal penyaring darah, hati penetral racun, otak yang berpikir, kulit sebagai pelindung dari dunia luar dan seterusnya. Keseluruhan organ, sadar sebagai satu kesatuan yang saling mendukung dan bekerja sama. Tiada superioritas dalam tubuh, semua setara memiliki martabat sama.

“Engkau berpikir tentang dirimu sebagai seonggok materi semata, padahal di dalam dirimu tersimpan kekuatan tak terbatas” (Ali Bin Abi Thalib), (Quantum Ikhlas, Erbe Sentanu).

Luar biasa bahan belajar, menghampar dan bersembunyi di tubuh kita, silahkan manusia menjelajah antariksa, namun jelajah diri belum lagi sampai di titik akhir pengertian. Itu kejutan kemanusiaan bagi para penjelajah ilmu yang selalu ingin menambang hikmah. Misalnya saja kedokteran yang diturunkan dari ilmu biologi tak kunjung memahami utuh seluruh proses biologis dan penyakit pada manusia, kenapa demikian, karena setiap tahu melahirkan tidak tahu yang baru, membosankan? Tidak juga, malah ini yang dikejar oleh para ilmuwan pecinta ilmu, bagaimana perjuangan memenuhi rasa ingin tahu, perlahan terkuak sedikit saja sudah membuat ilmuwan merasa puas, tapi bukan rasa puas yang membuat berhenti bergerak, tetapi rasa puas yang mendorong rasa ingin tahu berikutnya, rentetan ingin tahu.

Menurutku rasa ingin tahu itu adalah si manis nan seksi yang tak henti menggoda gairah pengungkapan rahasia demi rahasia di segala aspek kehidupan, seperti kata Ali Bin Abi Thalib bahwa dalam diri kita tersimpan kekuatan tak terbatas. Kini kita tinggal memilih untuk menjadi siapa dengan cara apa, sepenuhnya kita bebas merdeka...

---------

Foto berasal dari :

http://www.123rf.com/photo_6078949_woman-hand-with-red-rose-on-blured-background.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline