Berada di garis khatulistiwa, Indonesia menerima pasokan sinar matahari yang melimpah, menjadikan energi surya sebagai alternatif yang lebih menjanjikan dibandingkan bahan bakar fosil.
Namun, sejauh mana kesiapan Indonesia dalam mengadopsi energi surya sebagai sumber listrik?
Artikel ini membahas pencapaian terbaru Indonesia dalam pengadaptasian energi surya, juga potensi, tantangan, dan langkah yang telah diambil Indonesia menuju sumber energi listrik yang lebih ramah lingkungan.
Potensi Energi Surya di Indonesia
Berkat letaknya yang berada di garis khatulistiwa, potensi energi surya yang dimiliki Indonesia sangat besar. Saat ini, potensi pemanfaatan energi surya di Indonesia rata-rata sebesar 4,8-5,1 kWh/m2/hari, atau hampir setara dengan 112.000 GWp/hari.
Artinya, setiap meter persegi lahan di Indonesia berpotensi menghasilkan energi antara 4,8 hingga 5,1 kilowatt-jam dalam satu hari.
Wilayah timur, khususnya, bahkan menunjukkan potensi yang lebih besar, dengan perkiraan keluaran energi mencapai 6 kWh/m2/hari.
Hal ini merupakan berita yang melegakan mengingat di tahun 2023 ini, pembangkit listrik tenaga batu bara yang beroperasi di Indonesia baru memiliki total kapasitas listrik sekitar 40,65 ribu megawatt, dan 9,2 gigawatt di antaranya akan dihentikan secara bertahap hingga tahun 2030 untuk mencapai target net-zero nasional.
Tantangan yang Dihadapi Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia
Sayangnya, meskipun energi matahari tersedia secara gratis dan berlimpah, biaya awal pemasangan panel surya tengah menjadi kendala bagi banyak negara, termasuk Indonesia.
Insentif keuangan, subsidi, dan pilihan pembiayaan sangat diperlukan agar energi surya dapat diakses oleh rumah tangga dan dunia usaha di Indonesia.
Memperoleh bantuan dari Just Energy Transition Partnership (JETP), yang didukung oleh negara-negara maju di dunia, merupakan langkah positif, meskipun tantangan terkait penyelarasan prioritas masih ada.