Hari ini saya mendapat undangan untuk kopdar dengan seorang senior dua tahun diatas saya, walaupun beda kampus namun kami satu atap dalam penderitaan dan satu lembaga kajian kala masih berstatus mahasisiwa, saya masih ingat akan kekuatan semangat hidupnya , berperawakan gonrong dengan jaket lusuh, muka kucet dengan ransel tua siap menemani perbincangan kami.
Sekilas banyak yang mengsangsikan perawakan beliau . yang jauh dari kesan brand dari kafe yang kami datangi. Banyak mata melirik dengan sinis dan banyak sorotan menyelidik di setiap hempasan tutur katanya. Namun beliau nenampiknya dengan penuh keteduhan dan bahkan jauh dari riak-riak kedengkian dari sorotan yang menelan kami. Sayapun mengganggukan setiap hempasan kata yang keluar dari mulutnya sesekali di iringi hembusan asap yang menghiasi setiap helaan yang di ucapkan.
Lantunan kecerdasannya mulai mengental tak kala beliau memaparkan bait-bait kesabaran, begitu fasih lidah ini dan begitu apik variabel pembanding mana kala dia membenturkan setiap kasus demi kasus yang dia ucapkan, hingga tak terasa kami telah menghabiskan waktu berjam-jam. Begitu asyiknya hingga saya lupa tagihan waktu untuk mengambil barang tititpan istri di ujung sana .
Namun penguatan kata-katanya begitu mengena di hati ini . acap kali saya membangunkan keinginan meninggalkan beliau maka semakin deras pula turbulensi rasio ku menghadang.
Namun di sela hangatnya pembicaraan kami kata-kata beliau terhenti dengan deringan ponsel yang mengingatkan kita akan masa kejayaanya merek tertentu dalam decade kemarin , hp yang tahan akan turbulensi yang deringanya nyaring dan latar kuning kemerah-merahan yang teramat kontras dengan tetangga meja kami yang berbasis android dangan brand ternama dalam sejarah peluncuran HP andoid. Dengan penuh semangat beliau menjawab si penelpon tak lupa senyuman yang selalu dia kulum menambah nilai kharismatik di perawakan beliau.
Sungguh dalam pemahaman beliau akan makna nilai komunikasi. Sedangkan di ujung sana kaki tertekuk sebelah dan asyik menikmati makanan yang dia pesan , mulut masih terisi namun dia paksakan diri untuk terus bercuap dengan smart phonenya , akhirnya sesekali mengulang kembali kata demi kata yang dia tuturkan. Penampakan yang kontras di setiap perawakan. Terkadang kita menganggap etika hanya dalam tataran teori semata bukan untuk di aplikasikan dalam dunia nyata . etika komunikasi menjadi barang langka di nuansa kekinian semua bebas berekspresi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H