Sangat merinding melihatnya, ketika ribuan wanita penari gandrung keluar menuju panggung terbuka di lautan pasir di Pantai Boom. Gerakan para penari memberi kesan yang dinamik, eksotik, dan cantik.
Suara musik pengiring tari gandrung Banyuwangi terdiri dari gong, kluncing, biola, kendhang, dan kethuk secara live suaranya sangat menggelegar membuat irama penari gandrung semakin semangat menari di hari panas yang terik. Ditambah suara penyanyi sinden yang melengking dan menggema berat seolah memberi muatan mistis.
Pagelaran tari kolosal Gandrung Sewu telah digelar di Kota Banyuwangi, Jatim Sabtu, 29 Oktober kemarin. Seribu lebih penari gandrung menari bersama di Pantai Boom setelah dua tahun dihentikan acaranya karena pandemi.
Acara tersebut bisa menjadi momentum untuk membangkitkan kembali pariwisata Banyuwangi setelah pandemi berjalan dua tahun.Acara pagelaran Gandrung Sewu sangat ditunggu oleh masyarakat dan wisatawan Banyuwangi. Sejak pagi ribuan masyarakat memadati Pantai Boom untuk menunggu acara dimulai.
Semua penari ribuan orang memakai kostum baju yang sama persis yaitu dari baju yang terbuat dari beludru berwarna hitam, dihias dengan ornamen kuning emas, serta manik-manik yang mengkilat dan berbentuk leher botol yang melilit leher hingga dada, sedang bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan terbuka.
Di bagian kepala dipasangi hiasan serupa mahkota yang disebut dengan omprog, yang terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna emas dan merah serta diberi ornamen tokoh Antasena, putra Bima yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta menutupi seluruh rambut penari gandrung.
Di bagian mahkota tersebut diberi ornamen berwarna perak yang berfungsi membuat wajah sang penari seolah bulat telur, serta ada tambahan ornamen bunga yang disebut cundhuk mentul di atasnya. Sering kali, bagian omprok ini dipasang hio yang pada gilirannya memberi kesan magis.
Dari kejauhan kelihatan sebagai gadis kembar yang menari bersama para penarinya. Sehingga sulit dikenali siapa-siapa wajah penari satu-satu. Ini akibat efek make up di wajah penari yang dirias sama temanya di zaman sekarang yaitu tema hollywood glowing.
Menurut Bapak M_Bramuda, Kepala Dinas Pariwisata Banyuwangi, di depan wartawan mengatakan tema Gandrung Sewu kali ini mengusung tema Sumunare Tlatah Blambangan yang bermakna Kilau Bumi Blambangan. Tema ini diambil sebagai spirit Banyuwangi bangkit seusai menghadapi pandemi.Inspirasi tersebut berangkat dari kisah Banyuwangi semasa masih menjadi kawasan Kerajaan Blambangan. Kala itu, kerajaan dilanda wabah. Bahkan, sang putri raja bernama Dewi Sekardadu, terjangkit. Tak seorangpun mampu menyembuhkan.