Kalau kita pergi ke pasar kain batik di Yogyakarta akan menemui pasar kain yang rapi, dengan kain ditumpuk di lemari dan berjejer kios toko batik di Pasar Beringharjo, Yogyakarta atau Pasar Klewer di Solo.Tidak demikiana dengan pasar kain tenun ikat di Pasar Geliting, Maumere, Pulau Flores. Kain tenun yang harganya ratusan ribu dilipat disusun di lantai atau digantung begitu saja di tiang. Travel ke Maumere usahakan pada hari Jumat karena pasarnya juga tidak buka tiap hari, hanya buka seminggu sekali yakni pada hari Jumat.
Jadi pastikan kalau ingin mengunjungi pasar kain tenun, pagi hari di hari Jumat sudah ada di kota Maumere.Mulai kain tenun berjenis memakai pewarna alami yang harganya jutaan sampai, selendang kecil dengan pewarna buatan yang harganya berkisar Rp 50.000 juga ada di sini.
Mama-mama dari pelosok kecamatan sengaja datang ke sini dengan truk kayu untuk menjual kain tenunnya. Karena yang menjual penenunnya sendiri dipastikan harganya lebih miring dibandingkan membeli kain di toko souvenir.
Juga ada keasyikan sendiri kita bisa menikmati suasana berbaur dengan penduduk lokal. Kebanyakan penjual mengenakan sarung khas Flores dengan berbagai macam motif. Setiap wilayah mempunyai motif tertentu.
Motif Maumere kebanyakan berwarna kecoklatan dengan motif kotak-kotak kecil, bintang atau wajik. Motif kain tenun dari Maumere lebih sederhana dibanding motif kain dari kabupaten lain seperti Sabu, Ende, Manggarai yang cenderung berwarna-warni.
Membeli kain di pasar harus berani menawar
Untuk selendang berukuran kecil, sedang, dan besar dengan berbagai macam motif biasanya sekitar Rp 50.000 sampai Rp 100.000. Untuk kain tenun sebagai sarung dengan penenun pewarna alami bisa sekitar Rp 500.000 keatas sedangkan pewarna modern bisa sekitar Rp 300.000.
Penjual kain disini akan memberi harga lebih mahal jika yang membeli adalah pendatang, turis lokal dan asing. Akan lebih baik ke Pasar Geliting ditemani penduduk lokal supaya bisa membantu menawar harganya agar lebih murah. Beruntung saya ditemani kak Rita, seorang teman yang penduduk asli Maumere, yang bisa membantu menawar harga kain tenun sarung seharga Rp 400.000 yang saya taksir.
Untuk melihat dan membedakan kain pewarna alami biasanya warnanya lembut karena warna kuningnya dari kunyit dan biru dari pohon indigo. Tapi bila kain yang terbuat dari benang tradisional dan pewarna alami, harganya lebih mahal. Sebab, proses pembuatannya bisa sampai berbulan-bulan bahkan setahun.
Sedang kain yang terbuat dari pewarna kimia dan benang modern harganya lebih murah. Warnanya cenderung ngejreng berwarna keemasan atau merah cerah.
Penjual kain kebanyakan penduduk lokal, mereka berdagang sambil ngobrol dengan teman-temannya sambil mengunyah sirih. Tidak heran jika tertawa rata-rata giginya kelihatan merah. Mereka rata-rata ramah kepada pembeli dan bersedia menjelaskan macam-macam arti motif kain tenun yang dijualnya.
Penjual kain berdatangan seminggu sekali dari daerah kecamatan masing-masing dengan bus kayu. Bus kayu sebenarnya adalah truk berukuran besar yang bagian belakangnya diisi dengan bangku kayu panjang untuk para penumpang. Pagi-pagi mereka berangkat dari daerah asalnya, untuk mencari peruntungan di Pasar Geliting. Penghasil terbesar kain tenun dari Desa Sikka dan Desa Nitta.
Berkunjung ke Maumere kurang lengkap rasanya bila tidak mengunjungi pasar yang tidak hanya menjual kain saja tetapi juga ada pasar ternak dan sayuran sehingga selalu ramai pengunjung suasana di Pasar Geliting.