Festival Egrang Ledokombo di Jember, Jawa Timur sudah memasuki tahun ke tujuh. Dihadiri Bupati Jember dr. Hj. Faida MMR., dan Wakil Bupati Jember Drs. KH. Muqit Arief sangat memberi semangat kepada peserta festival egrang Ratusan peserta mulai dari tingkat usia anak-anak balita hingga remaja mengikuti Festival Egrang VII yang digelar dalam rangka puncak peringatan Hari Buruh Migran Internasional dan Hari Ibu di Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, Kamis 15 Desember 2016.
Mengambil tema merayakan Hari Pekerja Migran Internasional dan Hari Ibu, para peserta festival dengan memakai egrang bambu sengaja berjalan-jalan di jalan utama Kecamatan Ledokombo sejauh dua kilometer sambil beraktraksi menari dan menyanyi.
Penampilan peserta egrang antara lain memakai kostum adat Madura, Dayak, dan baju-baju daerah lain berjalan dengan egrang sambil menari diiringi lagu-lagu daerah dan lagu pop. Ada juga atraksi saling panjat diantara peserta sambil tetap berdiri diatas egrang.
Direktur Tanoker Ledokombo, Dr. Ir. Suporahardjo, Ms.I, mengatakan festival egrang tahun ini, didukung oleh 300 relawan dari luar Kabupaten Jember. Peserta pawai sebanyak 655 orang dan dibagi dalam 22 kelompok,18 kontestan pawai dan empat grup penampil tamu.
Diharapkan dengan adanya festival egrang yang selalu diadakan setiap tahun di Kecamatan Ledokombo bisa mengemas menjadikan Desa Ledokombo semakin populer dan terkenal di mancanegara. Terutama , menjadikan Ledokombo menjadi kecamatan yang punya ciri khas menjadi kampung wisata di Jember yang memiliki komunitas permainan egrang dan membuat semua tamu ingin belajar bermain egrang.
Egrang adalah permainan tradisional dari bambu berkaki dua yang cara bermainnya dengan berjalan di atas dua batang bambu. Memakai egrang sangat melatih keseimbangan badan dan gerak.Apalagi diselingi sambil menari dan melompat. Hal ini yang dilakukan peserta festival egrang.Tidak hanya berjalan tapi juga sambil melompat dan atraksi.
Direktur Tanoker yang menggagas "Festival Egrang Ledokombo" Suporahardjo, mengatakan festival tersebut merupakan saat terbaik untuk mempromosikan juga sekaligus produk-produk lokal yang khas dari masyarakat Ledokombo. Dengan menampilkan pameran kerajinan ramah lingkungan dan handycraf yang dibuat oleh mantan buruh migran dan keluarganya juga dipamerkan dalam ajang Festival Egrang ke-7 tersebut, sehingga masyarakat luas bisa melihat karya buruh migran yang dibina oleh Komunitas Tanoker.
"Festival Egrang tahun ini istimewa, namun setiap tahunnya selalu kita kemas istimewa dan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kali ini tidak hanya menampilkan aksi-aksi yang berbentuk budaya, tetapi juga diisi dengan berbagai kegiatan yang bersifat pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan," katanya.
Awal mula egrang di Ledokombo, Suporahardjo yang mempunyai panggilan akrab Lik Hang mengajari kedua anaknya bermain egrang, permainan tradisional yang mulai terlupakan.Istrinya Farha Ciciek, penasaran dengan egrang. Mainan ini belum pernah mereka temui selama tinggal di Jakarta. Pasangan suami istri yang memutuskan meninggalkan Jakarta untuk menetap di Ledokombo mulai menyapa anak-anak sekitar dengan mengadakan berbagai lomba egrang.
Lambat laun, interaksi ini membentuk sebuah kelompok belajar dan bermain yang oleh anak-anak Ledokombo diberi nama Tanoker (dalam bahasa Madura berarti kepompong). Egrang menjadi ikon utama komunitas ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H