Ketika pertama kali ke Kota Ende, Pulau Flores saya datang tepat menjelang hari kemerdekaan 17 Agustus 2015. Tepatnya tanggal 15 Agustus kurang dua hari peringatan detik-detik proklamasi. Dimana-dimana bendera merah putih berkibar di Ende.
Saya sengaja mendatangi Taman Renungan Bung Karno yang memiliki tanaman historis tentang sejarah Soekarno, presiden Indonesia pertama. Tanaman sebatang pohon sukun dengan lima cabang, lokasinya bersebelahan Lapangan Pancasila merupakan tempat dimana Bung Karno setiap sore, menghabiskan waktu untuk duduk merenung dan membaca buku-buku kesukaannya.
Diyakini gagasannya yang cemerlang akan falsafah sila-sila Pancasila terlahir dalam proses permenungannya di bawah pohon sukun ini. Hal ini diakui sendiri oleh Presiden Soekarno pada saat kunjungan kerja ke Ende tahun 1955.
Pohon sukun asli yang menjadi naungan Bung Karno saat itu telah tumbang di tahun 60-an karena termakan usia. Dan yang ada sekarang adalah pohon kedua yang ditanam kembali tahun 1981 sebagai duplikat untuk mengenang tempat Bung Karno merenungkan Dasar Negara dan pohon ini tumbuh subur dengan lima cabang yang diyakini oleh masyarakat Ende sebagai perwujudan ke-lima sila dari Pancasila.
Renungan sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, semoga cepat terwujud bagi seluruh rakyat Indonesia.Patung perunggu Bung Karno (kala itu berusia 33) dibawa ke Ende melalui Surabaya dengan kapal laut. Butuh waktu 8 hari untuk tiba di Ende. Lama perjalanan persis saat pengasingan Bung Karno menggunakan KM van Riebeeck, 14 Januari 1934. Patung perunggu dibuat oleh seniman bernama Hanafi.
Patung yang diresmikan mantan wakil presiden Boediono tahun 2013 ini menggantikan model patung lama Soekarno yang posisinya berdiri memakai pakaian kebesaran TNI. Di setiap sore Taman Perenungan Bung Karno ini selalu ramai dengan pengunjung. Entah mereka hanya sekadar duduk-duduk di bangku yang ada, atau berfoto bersama patung Sang Proklamator.
Patung Bung Karno muda duduk merenung dalam suasana kontemplatif di bawah rindangnya pohon sukun.Suasana kontemplatif diterjemahkan dengan kolam air berukuran 8 meter x 45 meter. Di atas kolam dibangun, bangku sepanjang 17 meter sebagai tempat duduk Bung Karno diletakkan. Bung Karno duduk sendiri menatap Pesona Indonesia Laut Ende yang tenang.
Teduhnya pohon sukun yang menaungi Bung Karno membuat warga betah berlama-lama. Mungkin sekaligus merefleksikan wujud nilai-nilai Pancasila. Ketika saya berkunjungan ke Taman Renungan ini banyak pedagang yang sedang berteduh sambil menggelar dagangannya di bawah pohon sukun yang rindang ini. Siang itu memang sangat panas dan terik.
Beberapa siswa sekolah sedang persiapan latihan upacara bendera untuk latihan upacara tanggal 17 Agustus 2015 di lapangan Pancasila. Dari bawah pohin sukun yang rindang ini saya mengamati anak-anak pelajar sedang latihan berbaris. Sayang sekarang kolam dibawah patung Soekarno duduk tidak terawat lagi , airnya tidak jernih dan kelihatan kotor. Tembok yang mengelilingi kolam dan pohon sukun mulai mengelupas dan ada beberapa coretan. Pohon sukun itu sendiri kelihatan subur dengan daun-daun kelor yang lebar. Batang cabang utamanya yang berjumlah lima dahan kelihatan kokoh tapi siang itu tidak kelihatan ada buahnya.
Kota Ende memiliki riwayat historis yang cukup dekat dalam kehidupan presiden RI pertama Soekarno. Di kota inilah Soekarno pernah diasingkan tahun 1934-1938 oleh pemerintah Hindia Belanda sebelum Indonesia merdeka. Bung Karno merenung tentang perjuangannya bagi bangsa Indonesia dalam mengejar kemerdekaan dari penjajah.
Semangat untuk meraih kemerdekaan tak bisa berhenti hanya karena dibuang ke tempat terpencil. Di Kota Ende juga terdapat Museum Soekarno sebagai bekas rumah pengasingan Bung Karno sewaktu dibuang ke Ende oleh Belanda selama empat tahun . Jalan Soekarno diabadikan juga tepat di depan Taman Renungan Bung Karno di tengah pusat Kota Ende. (Asita DK Suryanto)