Lihat ke Halaman Asli

Chairunnisa Ilmi

An Ambivert

Mumgahan, Kisah Ketika Susah

Diperbarui: 30 November 2020   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto ketika sudah tidak susah, di KBRI Thailand. *doc pribadi

Cerita Mahasiswa Rantau

Buah Batu, Mei 2019

Dalam tradisi Sunda, ada sebuah tradisi khusus menjelang Ramadhan. Tradisi ini dikenal dengan nama Mungahan. Mungahan adalah salah satu penghormatan menyambut bulan Ramadhan. Umat islam akan membersihkan fisik dan batin mereka dari berbagai hal buruk sekitar seminggu sebelum Ramadhan datang. Pada waktu ini orang-arang akan disibukan dengan membersihkan rumahnya baik itu bagian luar maupun dalam, membetulkan pagar dan genting yang mulai tidak elok dipandang mata, membereskan tata letak furniturnya, dan memasak masakan khas seperti opor daging ayam kampung dan gulai sapi. Beberapa penduduk yang memiliki rezeki lebih juga akan berbagi, memberi, dan menyantuni orang-orang yang membutuhkan. Mendekati ramadhan, mereka juga akan berkeramas, bersilaturahmi ke sanak saudaranya terdekatnya, kerja bakti membersihkan fasilitas umum terutama masjid yang kotor,  berziarah, dan banyak orang pulang ke kampung halamannya.

                -teman-teman ku pun.

                Aku tinggal di sebuah kamar kost dengan ukuran 3x3 meter di sebuah gang yang damai di jalan Cijagra. Gang ini cukup untuk dilewati oleh 2 motor meski harus dengan susah payah, sering dipakai sebagai lahan bermain anak anak, dan cukup bersih. Di sekitar tempatku tinggal juga cukup banyak warung kecil. Untuk menuju jalan raya, aku cukup berjalan sekitar 100 meter, dari sana kutemukan banyak pedagang kaki lima, alfamart, dan konter pulsa. Kostan ku memang cukup strategis dengan harga yang dapat kubilang paling murah dan nyaman disbanding kostan yang lain.

 Teman-temanku mulai pulang kampung satu persatu. Mereka pulang ke Limbangan, Talegong, Tangerang, Sumedang, dan terakhir pergi ke rumah saudaranya yang tinggal beberapa kilometer dari kostan. Sementara aku bertahan di kostan sendirian.

                Sebenarnya aku tidak menolak untuk pulang ke kampung halaman untuk melakukan aktivitas Mungahan seperti biasanya. Hanya saja seminggu yang lalu pihak kampus mengabariku bahwa proposalku akan cair pada hari senin, tepat 1 Ramadhan. Saat itu aku sedang membutuhkan dana untuk membayar akomodasi simulasi PBB ku untuk ke Thailand. Iya, aku terpilih sebagai perwakilan untuk dapat mengikuti acara GGMUN di Bangkok pada tahun tersebut. Setelah kuterima, uang itu harus segera ku transferkan karena mengejar tenggat waktu pembayaran. Aku ragu sebenarnya. Ragu untuk tidak Mungahan di kampung halaman, sebab selain belum terbiasa, uangku pun sekarat.

                H-1 Ramadhan, uangku tinggal 10.000 lagi. Kebetulan persediaan beras habis meski mie masih setia sedia. 10.000 untuk beberapa hari, di suasana seperti ini.

                Biasanya, ketika aku tidak punya uang pun aku biasa dipinjami oleh pada teman atau mereka jajani aku cemilan. Jarang sekali aku kelaparan.

                Namun hari ini semuanya mendukung aku untuk berduka cita. Uang yang sekarat, teman berbagi nasib yang pulang kampung, dan ketika kubuka media sosial banyak sekali orang yang mengunggah kegiatan Mungahan mereka, dan yang paling banyak adalah makanan. Hampir semua isi status Whatsapp ku isinya makanan. Saat aku bingung bagaimana aku bisa makan, aku lihat dengan mudah orang-orang memasak makanan lezat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline