Lihat ke Halaman Asli

Liputan Mudik Lebaran 2010 [1 Syawal 1431 H]

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

" Team work yang baguss !!" begitu kata Bapak sebangunnya dari tidur sambil mengacungkan jempol begitu melihat Saya mengangkat se-ember pakaian yang siap dijemur. Beginilah setiap tahun-nya selepas mudik Lebaran. Bapak dan Mas Iman bertugas jadi supir bergantian, Saya dan Ibu (setelah Mbak menikah, belum pernah lagi ikut mudik ke Jogja) bertugas urusan-urusan rumah tangga, beli minum & perbekalan, beli oleh-oleh, bantu masak di rumah saudara, dsb, dsb. Dan terutama yang terasa agak berat di belakang, beres-beres pasca mudik. Dan Saya kebagian tugas cuci-cuci baju. Kami sampai pagi tadi (Selasa) jam 9. Bapak dan Mas langsung tidur, giliran Saya dan Ibu yang ekstra kerja keras, karena ternyata listrik kulkas mati, jadilah bau amis menyengat menyebar di ruang makan rumah kami, persediaan makanan di kulkas bau setelah 4 hari ditinggal. Seperti tahun-tahun sebelumnya, perjalanan mudik kami dimulai selepas Sholat Ied di Malang untuk menghindari macet. Tapi rupanya, waktu libur yang sebentar membuat kami tidak terhindar dari macet di Lebaran tahun ini. Di daerah Nganjuk dan Solo, kendaraan padat sedikit merayap. Di Nganjuk, hujan deras sekaligus badai juga menemani perjalanan kami. Kembali ke hari jatuhnya 1 Syawal 1431 H, Jum'at 10 September 2010. Waktu berlalu begitu cepat, rasanya baru kemarin Saya sungkem sama Bapak, Ibu, Bude, Mas, Mbak... rasanya baru kemarin mudik dan trah keluarga besar Nawikrama. Rasanya baru kemarin... sekarang sudah syawal lagi, sudah sholat lagi, sudah sungkem lagi dan sudah mudik lagi... Maha Besar Allah, bumi telah berputar berjuta kali, dan karenanyalah tercipta waktu. Jika bumi berputar ke arah sebaliknya, bukan berarti pula kita kembali ke masa lalu, tapi itu pun disebut waktu. Tradisi keluarga kami, selalu ada sungkem pada orang tua selepas sholat. biasanya kemudian agenda-agenda tambahan seperti ceramah Bapak dan foto keluarga. Tapi tahun ini, keluarga kami tidak ber-foto bersama, Mas Iman rupanya jadi agak tidak semangat setelah camera SLR Canon-nya yang dibeli dari tabungannya hilang dicuri orang. [caption id="attachment_257302" align="aligncenter" width="300" caption="sungkeman Syawal 1431 H"][/caption]

Sungkeman. Mencium tangan orang tua itu dibolehkan oleh sebagian ulama dan dilarang oleh sebagian ulama yang lain. Merundukkan badan yang terjadi saat mencium tangan orang tua tidak bisa disebut sebagai merendahkan diri dan membungkuk (ruku') kepada selain Allah karena pelakunya tidak meniatkan hal tersebut sebagai ruku kepada selain Allah. Namun ternyata yang lebih baik adalah mencium dahi orang tua. Penjelasan ini yang Saya dapat dari blog Ustad Aris Munandar Jogja tentang hukum sungkeman yang di dalamnya terdapat aktivitas cium tangan dan memohon maaf. Itulah kenapa Saya sebut di paragraf sebelumnya bahwa ini adalah tradisi, bukan sunnah. Meminta maaf itu wajib, namun meminta maaf di setiap 1 Syawal itu tradisi, terutama di Indonesia.

[caption id="attachment_257858" align="alignleft" width="300" caption="Sungkeman 1429 H"][/caption] Lebaran jadi ajang kami sekeluarga untuk berkumpul. Mbak sudah menikah, mas sudah kerja sambil kuliah lagi, di rumah hanya tinggal Saya dan Ibu, sedangkan Bapak hanya tiap Sabtu dan Ahad pulang ke Malang. Maka, saat-saat seperti ini adalah saat-saat yang sangat Saya rindukan. Apalagi, kami memang jarang sekali punya forum berkumpul satu keluarga, jarang saling minta maaf, saling menasehati dan saling mengucapkan doa. Maka sungkeman tahun ini, Subhanallah, doa bapak dan Ibu serentet panjangnya. Bapak mendoakan Saya jadi wanita sholihah dan dekat jodohnya, ini karena Saya menolak laki-laki tawran Bapak yang menurut pandangan orang tua mana pun, memang sudah cukup ideal. Ibu juga begitu, tapi Ibu lebih general, beliau mendoakan supaya semua cita-cita Saya tercapai, mungkin Ibu sudah baca serentet doa dan cita-cita yang Saya tempel di kamar. Dan Bude, seperti biasa pula, Bude pun sampai menitikkan air matanya, terharu. Oya, Bude. Kami memanggilnya Bude. Nama lengkapnya Pardasmini. Beliau adalah kakak kandung Bapak yang nomor 2. Bapak adalah anak laki-laki tertua, anak ke 4 dari 5 bersaudara. Bude terlahir prematur, kecerdasannya di bawah rata-rata, tapi normal dan sehat. Sekolahnya SMP tidak tamat karena tidak kunjung naik kelas. Sewaktu Mbah Kakung akan meninggal, Mbah Kakung menitipkan Bude pada Bapak, karena hanya bisa diterima dan 'akur' dengan Ibu. Maka sampai sekarang, Bude yang belum menikah ini menjadi bagian dari keluarga inti kami. Selepas sungkeman, Bapak memberi 'kultum', Beliau mengingatkan bahwa setahun lagi sudah akan pensiun, maka anak-anak diharapkan 'ndang mentas'. Mas diharap segera konsentrasi menyelesaikan thesis-nya dan Saya juga tidak molor kuliahnya. Saya faham, ini masalah biaya kuliah kami yang tidak murah. Bapak juga mendoakan calon cucunya lahir dengan selamat, maka Ibunya harus baik-baik menjaganya. Juga mendoakan pekerjaan wiraswasta menantunya dan usaha home industry bidang konvekjsi Ibu untuk bekal pensiun nanti. Semua itu pada akhirnya bermuara pada sebuah tema yang tak diundang tapi pasti datangnya, ya, kematian. Bapak dan Ibu tentunya ingin melihat semua anak-anaknya 'mentas' dulu sebelum mereka meninggalkan dunia. Ingin memastikan telah menunaikan amanah anak dari Allah ini dengan baik. Subhanallah. Semoga kami masih dipertemukan pada hari itu. Amiin. Selesai Bapak, giliran Ibu yang bicara, menasehati agar kami menjaga harta benda dengan baik. Bersyukur itu salah satu wujudnya adalah menjaga dan merawat harta benda kita, mencuci mobil dan motor, membereskan rumah, merapikan kamar, merawat laptop, dsb dsb. Maklum, khadimat kami sedang hamil besar, InsyaAllah kembali berkomitmen tidak pakai jasa khadimat. Itulah Bapak meng-apresiasi dengan acungan jempolnya atas kerjasama keluarga kami. Lalu kami pun sarapan. Tradisi di Malang, 'Lebaran ketupat'-nya baru 1 pekan setelah 1 Syawal. Tapi kami masih mengikuti tradisi kota asal kami, ya ber-ketupat di hari Lebaran. Waktu itu jam sudah menunjukkan jam 10, sesuai rencana kami pun segera berkemas untuk berangkat. Prinsip Ibu - meninggakan rumah dalam keadaan bersih dan rapi harus ditaati, jadilah jam keberangkatan agak molor karena harus cuci piring, beres-beres rumah, dsb dsb. Kami mampir sebentar ke rumah besan, orang tua kakak ipar Saya. Lalu mampir lagi untuk sholat Jum'at di masjid Agung Batu, depan alun-alun. Barulah meluncur ke target utama pada jam 1 siang, ke Jogjakarta. Malang, 5 Syawal 1431 H, di sela-sela jemurin baju, bersambung... Mungkin tulisan ini bisa bermuatan kuliner juga, karena kalau kita melancong ke kota lain, tentunya makanan khas daerah itu lah yang menjadi target untuk dikonsumsi. Meskipun telah setiap tahun kami ke kota-kota tersebut, tapi toh menunya sama, selalu itu dan itu, karena ketagihan dan ngangenin. Mie Djawa asli Jogja, Es Dawet Ayu di Kalasan, Gudeg Wijilan, Siomay Jakarta Mang Ujang yang ada di Ngasem, Seurabi di Ambarawa, Lunpia Mataram dan Bandeng Presto di Semarang, dan ada satu menu baru yang akan jadi langganan juga, Bakso Tahu Ungaran. Alhamdulillah, Kembali lagi ke perjalanan kami, karena macet, kami pun baru sampai jam 11 tengah malam di rumah adik Ibu yang paling bungsu, Bulik Sri. Dulu Ibu seorang Katolik, Bulik Sri dan keluarganya pun Katolik. Saya 'terpaksa' menunaikan sholat lail di kamar yang tepat di arah kiblat-nya terpajang patung Yesus disalib. Tapi cukup salut dan terasa toleransinya ketika Bulik Sri tiba-tiba masuk kamar Saya hendak memberitahu ada lampu meja yang nyalanya lebih terang. Beliau diberitahu Ervan (anak bungsunya) bahwa Saya sedang membaca kitab suci (suara Saya terdengar dari luar kamar rupanya), lalu Ervan mengusulkan Bulik untuk memberitahu tentang lampu meja itu. Lampu kamar di tempat Saya tidur memang remang-remang. Alhamdulillah. Dan kemudian Saya pun baru bisa memejamkan mata jam 1.30 pagi.  Begitulah 1 Syawal 1431 H kami lalui... Maha Besar Allah yang telah memperjalankan kami dengan selamat,, ..masih bersambung...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline