Lihat ke Halaman Asli

[ECR#4] Asaku dalam Dilema

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1341460849462995829

Kabut masih menghiasi pagi, matahari juga masih enggan menampakkan diri. Suasana desa nampak lengang. Belum nampak para warga yang akan ke pasar atau ke sawah. Namun tidak demikian dengan  kantor desa. Meski hari minggu, salah satu ruang di kantor desa telah terang oleh cahaya lampu.

Nampak Asih dengan balutan sweater, duduk menggigil menahan dingin sambil mengetik sesuatu didepan komputer. Sesekali dia berhenti lalu membaca kalimat-kalimat yang telah diketik. Kali ini kembali dia menghela nafas lalu menghapus kalimat-kalimat tersebut. Sambil bergumam tak jelas, dia menghempaskan tubuhnya pada sandaran kursi.

Matanya kembali menatap layar komputer. Asih memejamkan mata mencoba menenangkan batinnya. Sejak kedatangan Firman menemui ayahnya, Asih merasa tak tenang. Ada ruang dalam hatinya yang penasaran dan ingin tahu maksud kedatangan Firman. Apakah itu murni kunjungan biasa atau ada maksud lain yang belum terungkap?

Asih beranjak meninggalkan ruangan. Dia tak bisa konsentrasi menyelesaikan tugas mendadak yang baru saja dia terima via sms. Gubernur akan berkunjung ke kabupaten dan setiap desa harus membuat laporan mengenai program yang telah dan akan dilaksanakan. Kabarnya, ada anggaran yang bakal dikucurkan. Asih berharap itu bukan hanya sekedar kabar yang menyenangkan warga tapi benar-benar nyata demi kemajuan desa Rangkat.

Sambil berusaha menenangkan diri, Asih berjalan diantara ruang-ruang yang masih gelap di kantor desa. Dia ingin sekejap saja bisa menghilangkan bayang Firman dalam benaknya, namun nampaknya sia-sia. Makin berusaha, wajah dan senyuman Firman makin jelas terlihat.

Asih mengerjapkan mata, berharap ilusi itu hilang tapi tetap saja sulit melepaskan diri dari bayang-bayang Firman.

“Tidak boleh seperti ini. Mas Firman datang untuk orang lain, bukan saya yang ingin dia temui..” suaranya lirih dengan mata berkaca-kaca namun dengan cepat dia mengusap matanya.

Langkahnya menuju dapur karena tiba-tiba saja lambungnya terasa perih. Dengan segelas teh hangat, Asih kembali keruangannya. Satu tegukan yang baru saja menghangatkan tenggorokannya, telah membuat semangatnya pulih. Sebentar lagi, Aa Kades akan membawa laporan ini, saya harus menyelesaikannya, batinnya penuh semangat.

Waktu terus berjalan dan sinar mentari mulai menerobos masuk kisi-kisi jendela. Ruangan yang semula dingin mulai terasa hangat. Asih rupanya tak menyadari perubahan tersebut, dia tetap serius mengetik. Nampak dua gelas telah kosong di sebelah komputer. Asih sekilas melihatnya lalu kembali mengetik sebelum akhirnya menarik nafas lega. Dia tersenyum saat menyandarkan tubuhnya.

“Akhirnya selesai juga..” seru Asih dengan perasaan lega.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline