Bupati, Kadinkes, Kepala Puskesmas ramai-ramai menjarah dana kapitasi BPJS Kesehatan
(Asih Eka Putri, Anggota DJSN 2014-2019).
Koalisi Bupati Jombang Nyono Suharli dengan Pelaksana Tugas Kadis Kesehatan Inna Silestyowati dalam mengorupsi dana kapitasi Puskesmas, menghentak nurani publik. Di saat program jaminan kesehatan nasional (JKN) dilanda krisis finansial, Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan mengutip dana pelayanan kesehatan yang dibayarkan BPJS Kesehatan kepada 34 Puskesmas di Kabupaten Jombang, lalu menyetorkannya kepada Bupati. Kiranya untuk penguatan infrastruktur pelayanan kesehatan, uang itu digunakan untuk membiayai kampanye Nyono dengan harapan Nyono akan mempertahankan jabatan Inna sebagai kadis kesehatan.
Dari operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi di Solo Jawa Tengah (3/2), terungkap bahwa Nyono menerima setoran dari kadis kesehatan sebesar 5% dari rata-rata Rp 400 juta dana kapitasi BPJS Kesehatan untuk setiap Puskesmas. Kadis kesehatan juga mengutip masing-masing 1% untuk dirinya dan Paguyuban Puskesmas se-Jombang. Sejak Juni 2017 telah terkumpul kutipan dari dana kapitasi sejumlah Rp 434 juta. Sejumlah Rp 200 juta di antaranya telah disetorkan kepada Nyono (Kompas 5/2-2018).
Ragam cara dan modus operasi
Kasus penyalahgunaan dana kapitasi Puskesmas bukan hal baru. Sejak program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diluncurkan pada 1 Januari 2014, penjarahan dana kapitasi BPJS Kesehatan oleh berbagai oknum di jajaran Pemerintah Daerah telah berlangsung.
Bupati Subang Sohandi telah terlebih dahulu mendekam di penjara karena penyelewengan dana JKN. Ia divonis 8 tahun penjara (11/1-2017) oleh Majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung atas penyelewengan dana kapitasi tahun 2014 sebesar 1,6 milyar. Ojang juga menyuap jaksa penuntut umum yang menangani kasus korupsi anggaran BPJS Kabupaten Subang tahun 2014 dengan uang sebesar Rp 528 juta (Detik.com 11/1-2017).
Di jajaran bawah juga berlangsung penjarahan dana kapitasi.
Pemotongan secara halus oleh Dinas Kesehatan dengan cara membebankan biaya pengadaan dokumen dan biaya penagihan anggaran pencairan dana kapitasi, lumrah dilakukan berbagai Dinas Kesehatan pada dua tahun pertama JKN, 2014-2015. Salah satu yang terungkap kepada publik adalah pemotongan dana kapitasi puskesmas sebesar 2% oleh Kadis Kesehatan Kabupaten Blora (CNN Indonesia 9/4-2015). Kadis Kesehatan Kabupaten Bogor dilaporkan oleh salah satu lembaga swadaya masyarakat kepada Polres Bogor karena diduga menggelapkan dana kapitasi sejumlah Rp 2,5 milyar yang dikumpulkan dari seluruh Puskesmas di Kab. Bogor pada tahun 2014 (Sentana news 29/9-2015).
Kadinkes Kab. Pesisir Pesisir Barat Lampung, Fanoka, memotong lebih tinggi lagi yakni 6% (Januari-Juni), 15% (Juli-Agustus), 10% (September-Desembar). Fanoka ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Liwa dalam dugaan korupsi dana kapitasi JKN dan Bantuan Operasional Puskesmas tahun anggaran 2015 dengan kerugian negara ditaksir Rp 500 juta (Harian Lampung 15/5-2017).
Di level operasional, kepala puskesmas dan bendahara turut menyelewengkan dana kapitasi. Ridwan Kepala Puskemas Moro dan Ade Agus Seuarman Bendahara; kedua tersangka menggunakan dana JKN Puskesmas Moro untuk keperluan Pribadi. Modus yang digunakan tersangka dalam aksinya adalah dengan cara melakukan rekayasa terhadap kwitasi pembelian obat-obatan dan alat ATK dari dana kapitasi BPJS Kesehatan sebesar Rp50 juta hingga Rp55 juta setiap bulannya (Batamtoday.com 19/10-2017).
Bencana kesehatan
Meluasnya tindak pidana korupsi dana pelayanan kesehatan di jajaran pemerintah daerah di era JKN sangat memprihatinkan. Apalagi merujuk kepada UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, penyelewengan dana kapitasi pantas dikatagorikan sebagai bencana kesehatan: