Lihat ke Halaman Asli

Asih Aryani

Profil asli

Santri Nakal vs Satu Juzan

Diperbarui: 10 Februari 2022   17:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

  Subuh itu ... Hawa dingin seperti biasa di perkampungan sekitar Pesantren Darul Huffazh, Bandung. 

Pukul 03.00 WIB dini hari, para gadis remaja di Pesantren tersebut sudah bersiap-siap dengan mukenanya untuk menunaikan salat tahajud berjamaah. Ada yang sudah duduk di pinggiran mushola sejak pukul satu malam sambil menyiapkan hafalan Quran untuk disetorkan pada halaqah hafalan selesai menunaikan salat subuh.

Berbeda dengan gadis lainnya. Susan, begitu namanya akrab disapa, gadis jalanan, berpenampilan preman, tetapi merupakan anak konglomerat yang sudah tinggal di Pesantren selama tiga tahun itu, masih tertidur pulas di kasurnya. Asmanadia, sahabat satu kamar Susan sudah berulang kali membangunkan gadis itu, namun ia hanya menjawab dengan malas, "Aku masih ngantuk, Iyak."

"Nanti kamu dimarahin Kak Ashila, loh. Hari ini kamu juga setoran satu juzan, kan?" Meskipun tidak direspon baik oleh Susan, sebagai seorang sahabat, Asmanadia terus mencoba mengingatkannya dengan baik dan lembut. "Kamu udah tiga tahun di sini, San, masa hafalannya masih juz 30 saja? Tidak ada niat untuk menambah hafalan Quran kamu?" Tambah Asmanadia.

Belum selesai percakapan keduanya, Kak Ashila sudah datang ke kamar mereka. Kak Ashila merupakan Pengurus yang bertanggung jawab terhadap kamar "Humaira" yakni nama kamar yang ditinggali oleh Susan, Asmanadia, dan delapan teman mereka yang lain. 

Kak Ashila meminta Asmanadia segera ke Musholla dan masalah Susan, dia yang akan mengurusnya. Buru-buru Asmanadia keluar karena sudah tahu bagaimana karakter dari Kakak pengurus yang satu itu. 

Lima belas menit kemudian Susan sudah terlihat duduk di Musholla. Tidak ada manusia yang berhasil membangunkan seorang Susan kecuali Kak Ashila. Dengan malas dan menguap berkali-kali, Susan kembali tidur bersandar di tiang Musholla. Teman-temannya sudah selesai melaksanakan salat tahajud dan berzikir. Kini mereka tengah sibuk mengulang dan membuat hafalan baru. 

Jam berlalu tanpa terasa. Waktu sudah menandakan salat subuh. Beberapa santriwati fokus mendengarkan azan berkumandang, beberapa yang lain mengambil wudu kembali, sedangkan Susan nampak sedang melamun dengan wajah yang berair seusai wudu, sesekali ia menguap.

Salat Subuh telah selesai dilaksanakan, kini santriwati kembali ke kamar mereka untuk memakai pakaian taqwa yakni hijab dan gamis hitam. Karena di Pesantren tersebut diwajibkan untuk memakai pakaian serba hitam ketika sedang proses belajar mengajar.

Semua berjalan baik awalnya. Para santriwati menyetorkan hafalan mereka dengan lancar. Ustazah juga nampak bahagia melihat setoran santriwati yang lancar. Namun, hal itu tidak terjadi pada ustazah Fitri yang sedang menyimak setoran satu juzan Susan. Ustazah itu menangis tersedu, begitu juga dengan Susan. Semua mata tertuju kepada mereka. 

Beberapa santriwati mulai saling bisik. Mereka yakin pasti Susan membuat masalah lagi dengan setorannya. Ia pasti mengatakan bahwa tidak mengulang hafalannya sehingga memutuskan untuk mundur dari satu juzannya lagi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline