Lihat ke Halaman Asli

Asif Isnan

guru honorer biasa

Gambil Usuluddin Mau Jadi Apa?

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Menjadi penusis jaman ini tidak realistis katanya. Kata temanku yang memang mengila denga dunia bisnis dan kewira usahan. Aku sendiri paham, bahkan dalam agama pun dijelaskan bahwa 9 pintu rizki ada di perniagaan dan itu artinya bisnis. Tapi pernyataannya yang terkesan intoleran itu membuat perasaanku sedikit tersinggung, karena ia juga menjelek-jelekkan dunia tulis menulis layaknya ia paham betul dengan duniaku itu.

Aku jadi teringat dengan hal yang hampir sama juga dengan itu. saat aku masih awal-awal mulai kuliah. Keadaan yang tak didukung dengan pengalaman membuatku termakan statemen yang memang masuk akal tapi tidak betul, ‘ NGAMBIL JURUSAN USULUDDIN, MAU JADI APA? ‘.  Aku yang sememangku suka dan  mau mengambil jurusan itu tiba-tiba takut. Nanti ke depannya jadi apa ya,,,,?.

pendidikan jaman sekarang yang hanya dimaknai sebagai modal mencari kerja, dan dari pekerjaan kemudian ujung-ujungnya uang telah menafikan tujuan pendidikan yang lainnya, mereka seakan lupa ada ilmu dan akhlak di dalam pendidikan. Faktor pekerjaan membuat usuluddin menjadi jurusan yang paling tidak diminati ketika itu, (atau mungkin sampai sekarang masih iya?), dikarenakan ‘ paling-paling ujungnya jadi guru agama ‘.

Aku yang memang pada akhirnya tidak memilih usuluddin tetap tidak setuju dengan pernyataan itu. aku sendiri tidak mempermasalahkan apapun jurusan yang diambil, semua tergantung kepada niat orangnya. Asalkan berkomitmen dengan yang dipilih insyaAllah semua akan baik-baik saja. Namun pernyataan yang seakan meng-underdog-kan usuluddin sebagai jurusan yang tidak tepat sama sekali intoleran. Tak menghargai pendidikan yang mengusung nilai-nilai hakikat, lagi tidak menghargai orang yang memilih jurusan itu dengan ikhlas.

Sebagai contoh, suatu ketika ada temanku yang mendaftar di salah satu universitas suasta di Indonesia. Ia melihat dalam antrian jurusannya, matematika hanya ada lima orang sedangkan jurusan kedokteran yang biayanya mahal justeru malah ada puluhan yang berjajar mengantri. Sepertinya memang faktor jaminan pekerjaan yang menjanjikan upah besar menjadikan jurusan kedokteran di kampus temanku itu jurusan terfaforit.

Sebenarnya tidak masalah apakah itu kedokteran, usuluddin, matematik, kimia, fisika, atau apapunlah, namun paradikma negatif dengan sekala tingkat nasional itu, atau bahkan tingka dunia, telah mencoret dunia pendidikan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh orang-orang yang katanya juga terdidik, atau mungkin memang tidak terdidik. Yang jelas ini semua hanya ungkapan keprihatinan. Semoga yang masih menganaktirikan jurusan kuliah tertentu, mari kita rubah sama-sama. Mulai membuang jauh-jauh paradikma ‘ ngambil jurusan apalah, ini lah, itu lah, mau jadi apa? ‘. Lebih-lebih sampai mengobarkan semangat anti dan kontra terhadap jurusan tertentu.

Toh dunia ini akan semakin sempit kalau orang-orangnya semua berpikir mencari kerja semata, berpikir pragmatis, atau tidak ada yang memilih menjadi seorang yang mau mengajar di pelosok gunung sekalipun.

Usuluddin di sini hanya contoh kecil saja yang mungkin tak sengaja tersebut. Siapa tau mungkin ada jurusan-jurusan lain bernasib sama dengan contoh di atas. Ya andalah sendiri yang dapat menilai, bahkan tidak hanya dalam dunia pendidikan (khususnya tingkat perguruan tinggi), tapi juga di dalam kehidupan anda pernah terjadi hal serupa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline