Setiap tanggal 23 Juli setiap tahunnya kita memperingati HAN (Hari Anak Nasional). HAN diartikan sebagai ajakan kepada seluruh warga demi memperingati serta merenungkan apa yang harus kita lakukan demi mewujudkan dunia anak-anak yang lebih baik.
Peringatan HAN di Indonesia kerap diperingati dengan berbagai perlombaan dan aktivitas bersama pada anak-anak setingkat SD SMP dan SMA. Pemerintah mensinergikan HAN antara lain melalui Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat sebagai koordinator dan didukung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Presiden Soeharto pernah mengatakan bahwa anak harus mempunyai bekal keimanan, jiwa dan semangat serta kesegaran jasmani agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berbudi luhur, bersusila, cerdas dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Hak anak merupakan poros pemerintah, maka dibentuklah KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi sebab terbentuknya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Namun miris sekali, hanya beberapa hari menjelang Hari Anak Nasional 23 Juli justru terjadi pemvonisan yang membangkitkan bulu roma.
WA seorang anak berusia 15 tahun divonis enam bulan penjara dikarenakan WA menggugurkan kandungannya yang telah berusia enam bulan. Janin yang dikandung WA adalah sebagai perbuatan bejat kakak kandungnya sendiri yang memerkosa WA.
Keputusan pengadilan dikecam banyak pihak, namun KPAI mengatakan memahami keputusan itu.
Bila dilihat kronologis, warga Batanghari, Jambi, akhir Mei lalu terkejut dengan penemuan sesosok janin mengenaskan di sebuah kebun kelapa sawit di daerah situ. Hasil penyelidikan polisi menyatakan bahwa janin tersebut adalah sebagai hasil pengguguran kandungan seorang anak berusia 15 tahun akibat perkosaan yang dilakukan oleh kakaknya sendiri.
Pengadilan Negeri Muara Bulian membui WA dengan enam bulan penjara karena aborsi yang dilakukan WA, sedang kakak (si pelaku pemerkosaan) divonis 2 tahun penjara. AA (pelaku pemerkosa) dan WA diperintahkan segera menjalani rehabilitasi di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak). Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa sehari sebelumnya yang memvonis AA tujuh tahun penjara dan WA satu tahun penjara.
Walau vonis yang dijatuhkan Pengadilan Negeri lebih rendah dari tuntutan jaksa, tetapi banyak pihak yang mengecam keputusan tersebut.
Direktur Eksekutif Institute Criminal Justice Reform (ICJR) mengatakan putusan pengadilan itu kurang tepat.